BAB I
PENDAHULUAN
1.
1 Latar Belakang
Pancasila adalah
sumber dari segala sumber hukum yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia,
merupakan Maha karya pendahulu bangsa yang tergali dari jati diri dan
nilai-nilai adi luhur bangsa yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Dengan
berbagai kajian ternyata didapat beberapa kandungan dan keterkaitan antara sila
tersebut sebagai sebuah satu kesatuan yang tidak bisa di pisahkan dikarenakan
antar sila tersebut saling menjiwai satu dengan yang lain. Ini dengan
sendirinya menjadi ciri khas dari semua kegiatan serta aktivitas desah nafas
dan jatuh bangunnya perjalanan sejarah bangsa yang telah melewati masa-masa
sulit dari jaman penjajahan sampai pada saat mengisi kemerdekaan.
Ironisnya bahwa ternyata banyak sekarang warga Indonesia
sendiri lupa dan sudah asing dengan pancasila itu sendiri. Ini tentu menjadi
tanda tanya besar kenapa dan ada apa dengan kita sebagai anak bangsa yang
justru besar dan mengalami pasang surut masalah negari ini belum bisa
mengoptimalkan tentang pengamalan nilai-nilai Pancasila tersebut. Terlebih lagi
saat ini dengan jaman yang disepakati dengan nama Era Reformasi yang terlahir
dengan semangat untuk mengembalikan tata negara ini dari
penyelewengan-penyelewengan sebelumnya.
Arah dan tujuan reformasi yang utama adalah untuk menanggulangi
dan menghilangkan dengan cara mengurangi secara bertahap dan terus-menerus
krisis yang berkepanjangan di segala bidang kehidupan, serta menata kembali ke
arah kondisi yang lebih baik atas system ketatanegaraan Republik Indonesia yang
telah hancur, menuju Indonesia baru. Pada masa sekarang arah tujuan reformasi
kini tidak jelas juntrungnya walaupun secara birokratis, rezim orde baru telah
tumbang namun, mentalitas orde baru masih nampak disana-sini. Sedangkan
pancasila adalah sebagai ideologi bangsa Indonesia yang merupakan hasil dari
penggabungan dari nilai-nilai luhur yang berasal dari akar budaya masyarakat
Indonesia. Sebagai sebuah ideologi politik, Pancasila bisa bertahan dalam
menghadapi perubahan masyarakat, tetapi bisa pula pudar dan ditinggalkan oleh
pendukungnya. Hal itu tergantung pada daya tahan ideologi tersebut. Ideologi
akan mampu bertahan dalam menghadapi perubahan masyarakat bila mempunyai tiga
dimensi. Ketiga dimensi antara lain sebagai berikut meliputi :
1) Idealisme, yaitu kadar atau kualitas
idealisme yang terkandung di dalam ideologi atau nilai- nilai dasarnya.
Kualitas itu menentukan kemampuan ideologi dalam memberikan harapan kepada
berbagai masyarakat untuk mempunyai atau membina kehidupan bersama secara lebih
baik dan untuk membangun suatu masa depan yang lebih cerah.
2)
Realita, menunjuk pada kemampuna ideologi untuk mencerminkan realita yang hidup
dalam masyarakat dimana ia muncul untuk pertama kalinya, paling kurang realita
pada saat awal kelahirannya.
3)
Fleksibilitas, yaitu kemampuan ideologi dalam mempengaruhi dan sekaligus
menyesuaikan diri dengan pertumbuhan atau perkembangan masyarakatnya.
Mempengaruhi berarti ikut mewarnai proses perkembangan. Sedangkan Menyesuaikan
diri berarti bahwa masyarakat berhasil menemukan tafsiran-tafsiran terhadap
nilai-nilai dasar dari ideologi sesuai dengan realita-realita baru yang muncul
dan mereka hadapi.
Maka dari itu pancasila sebagai ideologi haruslah mempunyai
dimensibilitas agar substansi-substansi pokok yang dikandungnya tidak lekang
dimakan waktu. Pada masa reformasi yang dimulai dari tahun 1998 hingga masa
sekarang, orang-orang mulai menanyakan revelansi dari pancasila untuk menjawab
segala tantangan zaman terlebih lagi di era globalisasi seperti sekarang ini.
Maka Pancaila menurut saya mutlak masih diperlukan.
1.2
Perumusan Masalah
1.
Sejauh mana relevansi untuk pengamalan nilai-nilai pancasila di era Reformasi
ini?
2.
Apakah Pancasila bisa menjadi tolak ukur untuk kita kembali atau bahkan
meninggalkan nilai luhur bangsa Indonesia?
1.3
Landasan Teori
Tampaknya kita perlu bercermin pada kehidupan bangsa-bangsa
yang taat dan konsisten terhadap ideologi yang diciptakannya. Bagaimana
masyarakat Jepang masih menjunjung tinggi semangat dan nilai-nilai restorasi
Meiji, sehingga mereka selalu bekerja keras dalam membangun harga diri
bangsanya. Rakyat AS mengaplikasikan ideologi kebebasan sebagai spirit
masyarakat, sehingga terwujud kompetisi yang sehat dalam membangun bangsanya.
Kondisi objektif negeri besar yang bernama
Indonesia ini, sesungguhnya amat rentan. Memang Indonesia adalah negara besar,
berbeda dengan negara lain yang mana pun. Ini perlu dicamkan, bukan untuk
menggalang rasa chauvinistis atau kesombongan, tetapi justru untuk membangun
kesadaran bertanggungjawab yang rendah hati bagi seluruh rakyatnya. Apabila
kita melihat negeri ini “cuma” seperti Singapura, Taiwan, atau Korea Selatan,
tanpa maksud mengecilkan keberhasilan mereka, akibatnya bangsa ini bisa salah
jalan dalam usaha mencari terapi krisis multi dimensi yang melilitnya.
Indonesia besar bukan hanya dalam angka-angka statistik, seperti jumlah
penduduk. Atau luas negara yang meliputi hampir seluruh Eropa, atau pantai
terpanjang di dunia, dan seterusnya. Tetapi, ia juga besar di dalam skala
jumlah permasalahan mendasar yang harus dihadapi setiap saat. Artinya,
sewaktu-waktu bisa muncul, bahkan meletup dalam besaran yang sulit diduga, yang
mengancam persatuan-kesatuan bangsa. Riset Douglas E. Ramage dalam ”Politics in
Indonesia: Democracy, Islam and Ideology of Tolerance” (1995) mengungkapkan,
bahwa Indonesia adalah negara yang terlalu meributkan masalah ideologi.
Indonesia, terutama para elitenya, sangat peka terhadap masalah ideologi
sehingga seringkali terpenjara dalam polemik tak berkesudahan. Namun, meski permasalahan
elementer itu begitu besarnya, sejarah telah membuktikan bangsa ini mampu
mengatasinya dengan tangan sendiri. Falsafah kita Pancasila dan selalu ingin
memelihara semangat gotong- royong serta mengedepankan mufakat dalam
musyawarah, tetapi kita seringkali suka melakukan rekayasa. Setelah hampir 62
tahun merdeka, telah muncul tantangan terhadap Pancasila, karena kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sudah semakin kompleks. Ini berarti
perlu dicari bentuk-bentuk baru, suatu relasi sosial ke masa depan yang lebih
baik.
Dalam situasi seperti ini, tepat kiranya apa yang
disampaikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X ketika membuka Seminar Nasional
”Kapasitas Pancasila dalam Menghadapi Krisis Multidimensi” (LPPKB, 2003), bahwa
pengamalan nilai-nilai Pancasila sebagai semen perekat persatuan-kesatuan
bangsa menjadi teramat penting. Karena Pancasilalah yang harus menjadi sumber
sekaligus landasan dan perspektif dari persatuan-kesatuan bangsa. Dengan
landasan Pancasila itu pula, maka usaha untuk lebih memperkokoh rasa
persatuan-kesatuan bangsa memperoleh landasan spiritual, moral dan etik, yang
bersumber pada kepercayaan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sejalan dengan paham
kebangsaan, kita juga menentang segala macam bentuk eksploitasi, penindasan oleh
satu bangsa terhadap bangsa lainnya, oleh satu golongan terhadap
golongan lain, dan oleh manusia terhadap manusia lain, bahkan
oleh penguasa terhadap rakyatnya. Sebab Sila Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab mengajarkan untuk menghormati harkat
dan martabat manusia dan menjamin hak-hak azasi manusia. Semangat persatuan-
kesatuan kita menentang segala bentuk separatisme, baik atas
dasar kedaerahan, agama maupun suku, sebab Sila
PersatuanIndonesia memberikan tempat pada kemajemukan dan sama sekali tidak menghilangkan perbedaan alamiah dan keragaman budaya etnik. Oleh
sebab itu, bangsa ini harus menentang perilaku membakar,
menjarah, menganiaya, memperkosa dan tindak kebrutalan lainnya
yang mengarah ke anarkisme, serta berdiri di depan memberantas KKN tanpa membeda-
bedakan partai, golongan, agama, ras, atau pun etnik. Semangat
untuk tetap bersatu juga berakar pada azas
Kedaulatan
yang berada di tangan Rakyat, serta menentang segala bentuk feodalisme
dan kediktatoran oleh mayoritas maupun minoritas. Karena kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan Perwakilan mendambakan terwujudnya
masyarakat yang demokratis, dan oleh karenanya, juga
merupakan gerakan massa yang demokratis. Kecenderungan munculnya tirani mayoritas melalui aksi massa, hendaknya dikendalikan dan diarahkan,
agar tidak merusak sendi- sendi persatuan-kesatuan
bangsa. Jiwa persatuan-kesatuan juga mencita-citakan perwujudan masyarakat yang adil dan makmur, karena dituntun oleh Sila Keadilan
Sosial bagi seluruh RakyatIndonesia. Semangat
persatuan-kesatuan yang dijiwai oleh Pancasila itu adalah nilai-nilai
BAB II
PEMBAHASAN
2. 1 Sejarah dan Perkembangan
Reformasi
Reformasi bergulir di Indonesia dengan di motori oleh
mahasiswa dan tokoh-tokoh bangsa ini yang merasa bahwa krisis yang melanda
negara ini di awali dari krisis ekonomi ternyata telah membawa kita pada krisis
yang lebih besar seperti krisis politik, kepemimpinan dan akhirnya pada suksesi
atau pergantian kepemimpinan secara nasional. Tentu telah banyak korban yang
berguguran dalam proses reformasi tersebut semisal contoh mahasiswa trisakti
yang menjadi korban dalam tragedi semanggi I-II, kerusuhan masa yang anakis dan
rutal dengan melakukan penjarahan, pemerkosaan, pengerusakan
fasilitas-fasilitas umum di Jakarta, solo, Medan, dan kota-kota lain di
Indonesia. Semangat dan jiwa reformasi yang digulirkan menjadi kacau dan tidak
tentu arah dan justru malah menodai nilai dan tujuannya sendiri. Tentu ini
menjadi tanda tanya besar ketika semangat untuk meluruskan dan mengembalikan tatanan
negara ini menjadi lebih baik justru di lapangan justru kita temui hal yang
kontraproduktif
Salah satu tujuan reformasi
dibidang politik dan hukum adalah mengembalikan UUD 1945 dan pancasila sebagai falsafah dasar kehidupan bangsa dan negara. Kita dapat
mengetahui dengan seksama bahwa dalam pelaksanaan UUD
1945 dan pancasila dalam masa orma dan orba terjadi deviasia/
penyimpangan oleh oknum-oknum penyelenggara pemerintah. Sehingga dalam pelaksanaan berpolitik dan berpemerintahan hanya menjadi senjata dan
dalil pembenaran dari semua tujuan penguasa untuk
melanggengkan dan menikmati kekuasaan sehingga muncul pemerintahan
yang lalu seperti otoliter obsolud, terpimpin dan kolusi untuk korupsi dan
nepotisme dalam kekuasaan.
Ini tentu tidak mudah untuk membuat sebuah latar balik dan
mengembalikan semangat seperti awalnya memerdekaan bangsa
ini. Kekuasaan penuh dan perilaku birokrasi yang sistematis
membuat apa yang mereka lakukan seolah selalu benar dan tidak ada penyimpangan
dari nilai dan norma yang terkandung dalam pancasila. Butuh
waktu dan sebuah generasi yang solid untuk dapat
menempatkan kembali roh dan semangat pancasilaisme terutama pada generasi
yang sekarang ini. Lebih lagi jumlah materi dan pedoman tentang
pancasila sudah sangat jauh terkurang baik dimasyarakat
umum maupun lembaga – lembaga pendidikan yang sebenarnya mempunyai
peranan penting dan vital dalam menanamkan doktrin ideologi pancasila serta
nilai – nilai yang terkandung untuk dapat di amalkan
dalam kehidupan sehari – hari.
Dulu setiap sekolah dan kelompok organisasi selalu di wajibkan untuk
mengikuti Penataran Pelaksanaan Pengamalan Pancasila (
P4) dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi,
dari kelompok karang Taruna Desa sampai Pejabat negara. Secara lahirlah ini
perlu ditingkatkan dan memang itu semua sebagai cara
memberikan pendoktrinisasi anak bangsa untuk lebih
mengerti dalam melaksanakan pancasila. Hanya saja satu materi dan doktrinisasi
yang harus dibuat lagi seperti yang dulu yang hanya untuk tujuan
dan kapentingan penguasa negara dengan single mayority
atau stabilitas nasional dalam arti semu.
Satu kata kunci yang sekarang menjadi asing sudah luntur dari kita
sebagai bangsa adalah pancasila sebagai ideologi NKRI.
Dapat kita ketahui bersama dari uraian dan penjabaran Pancasila
dalam strategi Politik Nasional, Ali Murtopo. CSIS, 1947 Hal 173 dapat kita
ambil garis besar sebagai berikut :
1. Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa
mengandung pengertian bahwa negara adalah berdasar dan
percaya pada tuhan yang maha esa dengan kewajiban setiap warganya mengkui adanya Tuhan.
2. Sila kedua, Kemanusian Yang
Adil dan Beradab, mengandung pengertian dan pengakuan akan
penghargaan terhadap sesama manusia lepas dari asal usul, keyakinan, ras, serta
pandangan politik adalah sama.
3. Sila ketiga, Persatuan Indonesia, mengandung
arti sesuai dengan pernyataan kemerdekaan angsa di
maknakan sebagai pengertian kesatuan dan bangs ini adalah satu dengan mengatasi
paham perseorangan dan golongan dalam satu NKRI.
4. Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin olah
Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan,
mengandung arti bahwa demokrasi bangsa Indonesia bukan Demokrasi
bangsa indonesia bukan demokrasi yang menitikberatkan pada kepentingan individu, namun pada pelaksanaan demokrasi pancasila yang
mengikutsertakan semua golongan dengan jalan musyawarah
untuk mufakat.
5. Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh
Rakyat Indonesia, mengandung arti bahwa golongan
kemasyarakatan harus disusun sedemikian rupa sehingga tidak ada golongan yang
menekan golongan lain dan mendapat perlakuan yangadildalam
bekerja, hidup tertib, tentram dan layak.
Bila kita bangga sebagai
bangsa Indonesia yang mempunyai jati diri sebagai angsa maka kita harus pada nilai – nilai dasar yang harus kita pegang teguh
bersama. Terlebih lagi pada saat ini kita hidup di jaman
reformasi yang seharusnya justru kita mengembalikan nilai – nilai dasar negara kita. Nilai – nilai dasar tersebut adalah :
a. Pancasila sebagai landasan dan falsafah hidup bangsa yang tumbuh dari
dasar bumi indonesia. Tidak ada yang keliru dari
pancasila yang di dalamnya termuat lima nilai dasar
universal yaitu: believe in god, nationalisme, internasionalisme, democracy,
and social justice. Kelima dasar ini harus menjadi
paradigma baru yang ada dalam ruh hati yang paling dalam
serta jangan pernah hilang kapan pun, dimanapun, dan bagaiamanapun.
b. Tujuan NKRI, bagai
sebuah kapal tentu negara ini punya tujuan yang tidak boleh digoyah dan wajib untuk tetap diamankan sebagaimana dapat kita lihat dalam
pembukaan UUD 45 yaitu melindungi segenap bangsa
indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidu[pan bangsa dan ikut melaksanakan ketertibn dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan social. . Bineka tunggal ika, adalah
semangat untuk menakomodasi peredaan dan kemajemukan bangsa tetap dalam
kerangka NKRI dan justru sebagai sebuah khasanah serta aset nasional
memperkukuh integrasi bangsa.
c. Reformasi, semangat untuk tetap mereformasi dengan sifat
untuk menyempurnakan dari kekurangan bangsa serta dengan konsep, agenda yang
jelas didukung kerja keras semua komponen bangsa untuk memajukan dan memberikan
sumbangsih serta semangat untuk rela berkorban demi bangsa ini.
d. Ada sebuah seni yang sederhana dalam kita memulai
semangat pengamalan nilai-nilai
pancasila
yakni tiga M seperti :
1. mulai dari diri sendiri, adalah mimpi bisa mengubah
apapun dengan baik tanpa diawali perubahan pada diri kita sendiri, memperbaiki
diri sendiri berarti memulai segalanya.
2. mulai dari hal kecil-kecil, tidak ada prestasi yang besar
kecuali rangkaian prestasi
kecil
yang mudah dan dapat kita laksanakan dengan niat dan jalan yang baik.
3.
mulai sekarang juga, janganlah menunda pekerjaaan yang bisa kita lakukan
sekarang karena terlambat dalam kita menjalankan tugas hanya berakibat menambah
persoalan semakin banyak saja.
2 2 Peran Pancasila Dalam Reformasi
a. Pancasila sebagai Paradigma
Reformasi
Negara Indonesia ingin mengadakan suatu perubahan, yaitu
menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara demi terwujudnya masyarakat
madani yang sejahtera, masyarakat yang bermartabat kemanusiaan yang menghargai
hak-hak asasi manusia, masyarakat yang demokratis yang bermoral religius serta
masyarakat yang bermoral kemanusiaan dan beradab.
Pada hakikatnya reformasi adalah mengembalikan
tatanan kenegaraan kearah sumber nilai yang merupakan platform kehidupan
bersama bangsa Indonesia, yang selama ini diselewengkan demi kekuasaan
sekelompok orang, baik pada masa orde lama maupun orde baru. Proses reformasi
walaupun dalam lingkup pengertian reformasi total harus memiliki platform dan
sumber nilai yang jelas dan merupakan arah, tujuan, serta cita-cita yaitu
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Reformasi itu harus memiliki
tujuan, dasar, cita-cita serta platform yang jelas dan bagi bangsa Indonesia
nilai-nilai Pancasila itulah yang merupakan paradigma reformasi total
tersebut1. Gerakan Reformasi
Pelaksanaan GBHN 1998 pada Pembangunan Jangka Panjang II
Pelita ke tujuh bangsa Indonesia menghadapi bencana hebat, yaitu dampak krisis
ekonomi Asia terutama Asia Tenggara sehingga menyebabkan stabilitas politik
menjadi goyah. Sistem politik dikembangkan kearah sistem “Birokratik
Otoritarian” dan suatu sistem “Korporatik”. Sistem ini ditandai dengan
konsentrasi kekuasaan dan partisipasi didalam pembuatan keputusan-keputusan nasional
yang berada hampir seluruhnya pada tangan penguasa negara, kelompok militer,
kelompok cerdik cendikiawan dan kelompok pengusaha oligopolistik dan
bekerjasama dengan mayarakat bisnis internasional.
Awal keberhasilan gerakan reformasi tersebut ditandai dengan
mundurnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian disusul
dengan dilantiknya Wakil Presiden Prof. Dr. B.J. Habibie menggantikan kedudukan
Presiden. Kemudian diikuti dengan pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan.
Pemerintahan Habibie inilah yang merupakan pemerintahan transisi yang akan
mengantarkan rakyat Indonesia untuk melakukan reformasi secara menyeluruh,
terutama perubahan paket UU politik tahun 1985, kemudian diikuti dengan
reformasi ekonomi yang menyangkut perlindungan hukum. Yang lebih mendasar
reformasi dilakukan pada kelembagaan tinggi dan tertinggi negara yaitu pada
susunan DPR dan MPR, yang dengan sendirinya harus dilakukan melalui Pemilu
secepatnya.
Gerakan Reformasi dan Ideologi Pancasila
Arti Reformasi secara etimologis berasal dari katar eform
ation dengan akar katar eform yang artinya “make or become better by removing
or putting right what is bad or wrong”. Secara harfiah reformasi memiliki arti
suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal
yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan
nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat. Oleh karena itu suatu gerakan
reformasi memiliki kondisi syarat-syarat sebagai berikut :
1.
Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpanganpenyimpangan.
Misalnya pada masa orde baru, asas kekeluargaan menjadi nepotisme, kolusi, dan
korupsi yang tidak
sesuai dengan makna dan semangat UUD 1945.
2. Suatu gerakan reformasi
dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang jelas (landasan ideologis) tertentu.
Dalam hal ini Pancasila sebagai ideology bangsa dan negara Indonesia.
3. Suatu gerakan reformasi
dilakukan dengan berdasarkan pada suatu kerangka struktural tertentu (dalam hal
ini UUD) sebagai kerangka acuan reformasi.
4.
Reformasi dilakukan ke arah suatu perubahan kondisi serta keadaan yang lebih
baik dalam segala aspek antara lain bidang politik, ekonomi, sosial, budaya,
serta kehidupan keagamaan.
5.
Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etika sebagai manusia yang
berketuhanan
yang
maha esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.
b.Pancasila sebagai Dasar Cita-cita
Reformasi
Menurut Hamengkubuwono X, gerakan reformasi harus tetap
diletakkan dalam kerangka perspektif Pancasila sebagai landasan cita-cita dan
ideology sebab tanpa adanya suatu dasar nilai yang jelas maka suatu reformasi
akan mengarah pada suatu disintegrasi, anarkisme,brutalisme pada akhirnya
menuju pada kehancuran bangsa dan negara Indonesia. Maka reformasi dalam
perspektif Pancasila pada hakikatnya harus berdasarkan pada nilai-nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
Berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Pancasila sebagai sumber nilai memiliki sifat yang
reformatif artinya memiliki aspek pelaksanaan yang senantiasa mampu
menyesuaikan dengan dinamika aspirasi rakyat. Dalam mengantisipasi perkembangan
jaman yaitu dengan jalan menata kembali kebijaksanaan- kebijaksanaan yang tidak
sesuai dengan aspirasi rakyat.
c. Pancasila sebagai Paradigma
Reformasi Hukum
Setelah peristiwa 21 Mei 1998 saat runtuhnya kekuasaan orde
baru, salah satu subsistem yang mengalami kerusakan parah adalah bidang hukum.
Produk hukum baik materi maupun penegaknya dirasakan semakin menjauh dari
nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan serta keadilan.
Kerusakan atas subsistem hukum yang sangat menentukan dalam
berbagai bidang misalnya, politik, ekonomi dan bidang lainnya maka bangsa
Indonesia ingin melakukan suatu reformasi, menata kembali subsistem yang
mengalami kerusakan tersebut.
d. Pancasila sebagai
Sumber Nilai Perubahan Hukum
Dalam negara terdapat suatu dasar fundamental atau pokok
kaidah yang merupakan sumber hukum positif yang dalam ilmu hukum tata negara
disebutstaatsfundamental, di Indonesia tidak lain adalah Pancasila.
Hukum berfungsi sebagai pelayanan kebutuhan masyarakat, maka
hukum harus selalu diperbarui agar aktual atau sesuai dengan keadaan serta
kebutuhan masyarakat yang dilayani dan dalam pembaruan hukum yang terusmenerus
tersebut Pancasila harus tetap sebagai kerangka berpikir, sumber norma, dan
sumber nilai.
Sebagai cita-cita
hukum, Pancasila dapat memenuhi fungsikonstitutif maupun fungsi regulatif.
Dengan fungsi regulatif Pancasila menentukan dasar suatu tata hukum yang
memberi arti dan makna bagi hukum itu sendiri sehingga tanpa dasar yang
diberikan oleh Pancasila maka hukum akan kehilangan arti dan maknanya sebagai
hukum itu sendiri. Fungsi regulative Pancasila menentukan apakah suatu hukum
positif sebagai produk yang adil ataukah tidak adil.
Sebagaistaatfundamentalnorm, Pancasila merupakan pangkal tolak derivasi (sumber
penjabaran) dari tertib hukum di Indonesia termasuk UUD 1945. Dalam pengertian
inilah menurut istilah ilmu hukum disebut sebagai sumber dari segala peraturan
perundang-undangan di Indonesia.
Sumber hukum meliputi dua macam pengertian, sumber hukum
formal yaitu sumber hukum ditinjau dari bentuk dan tata cara penyusunan hukum,
yang mengikat terhadap komunitasnya, misalnya UU, Peraturan Menteri, Peraturan
Daerah. Sumber hukum material yaitu suatu sumber hukum yang menentukan materi
atau isi suatu norma hukum.
Jika terjadi ketidakserasian atau pertentangan satu norma
hukum dengan norma hukum lainnya yang secara hierarkis lebih tinggi apalagi
dengan Pancasila sebagai sumbernya, berarti terjadi inkonstitusionalitas(unconstitutiona
lit y) dan ketidak legalan(illegal ity) dan karenanya norma hokum yang lebih
rendah itu batal demi hukum.
Dengan demikian maka upaya untuk reformasi
hukum akan benar-benar mampu mengantarkan manusia ketingkat harkat dan martabat
yang lebih tinggi sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab Dasar Yuridis
Reformasi Hukum
Reformasi total sering disalah artikan sebagai dapat
melakukan perubahan dalam bidang apapun dengan jalan apapun. Jika demikian maka
kita akan menjadi bangsa yang tidak beradab, tidak berbudaya, masyarakat tanpa
hukum, yang menurutHobbes disebut keadaan“homo homini lupus”, manusia akan
menjadi serigala manusia lainnya dan hukum yang berlaku adalah hukum rimba.
UUD 1945 beberapa pasalnya dalam praktek penyelenggaraan
Negara bersifat multi interpretable (penafsiran ganda), dan memberikan porsi
kekuasaan yang sangat besar kepada presiden (executive heavy). Akibatnya
memberikan kontribusi atas terjadinya krisis politik serta mandulnya fungsi
hukum dalam negara RI.
Berdasarkan isi yang terkandung dalam Penjelasan UUD 1945,
Pembukaan UUD 1945 menciptakan pokok-pokok pikiran yang dijabarkan dalam
pasal-pasal UUD 1945 secara normatif. Pokok-pokok pikiran tersebut merupakan
suasana kebatinan dari UUD dan merupakan cita-cita hukum yang menguasai baik
hukum dasar tertulis (UUD 1945) maupun hukum dasar tidak tertulis (Convensi).
Selain itu dasar yuridis Pancasila sebagai paradigma
reformasi hokum adalah Tap MPRS No.XX/MPRS/1966 yang menyatakan bahwa Pancasila
sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, yang berarti sebagai
sumber produk serta proses penegakan hukum yang harus senantiasa bersumber pada
nilai-nilai Pancasila dan secara eksplisit dirinci tata urutan peraturan
perundang-undangan di Indonesia yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila.
Berbagai macam produk
peraturan perundang-undangan yang telah dihasilkan dalam reformasi hukum antara
lain :
- UU No. 2
Tahun 1999 tentang Partai Politik
- UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu
- UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD
- UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
- UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu
- UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD
- UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
-
UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Daerah UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas dari KKN
Pada tingkatan Ketetapan MPR telah dilakukan
reformasi hukum melalui Sidang Istimewa MPR pada bulan Nopember 1998 yang
menghasilkan ketetapan-ketetapan:
- Tap No. VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Referendum
- Tap No. IX/MPR/1998 tentang GBHN
- Tap No. X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan
- Tap No. XI/MPR/1998 tentang Negara bebas KKN
- Tap No. XII/MPR/1998 tentang Masa jabatan Presiden
- Tap No. XIV/MPR/1998 tentang Pemilu 1999
- Tap No. XV/MPR/1998 tentang Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah
- Tap No. XVI/MPR/1998 tentang Demokrasi Ekonomi
- Tap No. XVII/MPR.1998 tentang Hak asasi Manusia
- Tap No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan P4.
- Tap No. VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Referendum
- Tap No. IX/MPR/1998 tentang GBHN
- Tap No. X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan
- Tap No. XI/MPR/1998 tentang Negara bebas KKN
- Tap No. XII/MPR/1998 tentang Masa jabatan Presiden
- Tap No. XIV/MPR/1998 tentang Pemilu 1999
- Tap No. XV/MPR/1998 tentang Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah
- Tap No. XVI/MPR/1998 tentang Demokrasi Ekonomi
- Tap No. XVII/MPR.1998 tentang Hak asasi Manusia
- Tap No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan P4.
Pancasila
sebagai Paradigma Reformasi Pelaksanaan Hukum
Dalam era reformasi pelaksanaan hukum harus didasarkan pada
suatu nilai sebagai landasan operasionalnya. Reformasi pada dasarnya untuk
mengembalikan hakikat dan fungsi negara pada tujuan semula yaitu melindungi
seluruh bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Negara pada hakikatnya secara
formal harus melindungi hak-hak warganya terutama hak kodrat sebagai suatu hak
asasi yang merupakan karunia Tuhan YME. Oleh karena itu pelanggaran terhadap
hak asasi manusia adalah sebagai pengingkaran terhadap dasar filosofis negara
misalnya pembungkaman demokrasi, penculikan, pembatasan berpendapat berserikat,
berunjuk rasa dan lain sebagainya.
Pelaksanaan hukum pada masa reformasi harus benar-benar
dapat mewujudkan negara demokrasi dengan suatu supremasi hukum. Artinya
pelaksanaan hukum harus mampu mewujudkan jaminan atas terwujudnya keadilan
(sila V) dalam suatu negara yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi
setiap warga negara tidak memandang pangkat, jabatan, golongan, etnisitas
maupun agama. Setiap warga negara bersamaan kedudukannya di muka hukum dan
pemerintah (pasal 27 UUD 1945). Jaminan atas terwujudnya keadilan bagi setiap
warga negara dalam hidup bersama dalam suatu negara yang meliputi seluruh unsur
keadilan baik keadilan distributif, keadilan komulatif, serta keadilan legal.
Konsekuensinya dalam pelaksanaan hukum aparat penegak hukum terutama pihak
kejaksaan adalah sebagai ujung tombaknya sehingga harus benar-benar bersih dari
praktek KKN.
e. Pancasila sebagai Paradigma
Reformasi Politik
Arus reformasi yang terjadi di Indonesia telah membawa
cakrawala baru dalam sistem politik dan pemerintahan di Indonesia yang
cenderung bersifat stagnan. Oleh karena itu, perubahan yang terjadi dipandang
sebagai suatu langkah baru menuju terciptanya Indonesia baru di masa depan
dengan dasar - dasar efisiensi dan demokratisasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan. Secara internal, tuntutan reformasi muncul akibat terjadinya
peningkatan berbagai aspek kehidupan masyarakat yang ditandai oleh meningkatnya
tingkat pendidikan masyarakat, terbukanya berbagai isolasi serta akses
informasi yang mudah diperoleh. Kondisi ini telah menyebabkan masyarakat
semakin kritis dalam mencermati pengelolaan kekuasaan Negara yang dianggap
telah menyimpang.
Landasan aksiologis (sumber nilai) sistem politik Indonesia
adalah dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang berbunyi “……maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara
Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang
Berkedaulatan Rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan yang Maha Esa,
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang
Dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta
dengan mewujudkan suatu Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Jika dikaitkan dengan makna alinea II tentang cita-cita
negara dan kemerdekaan yaitu demokrasi (bebas, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur). Dasar politik ini menunjukkan kepada kita bahwa bentuk dan bangunan
kehidupan masyarakat yang bersatu (sila III), demokrasi (sila IV), berkeadilan
dan berkemakmuran (sila V) serta negara yang memiliki dasar-dasar moral
ketuhanan
dan kemanusiaan. Nilai demokrasi politik sebagaimana terkandung dalam Pancasila
sebagai fondasi bangunan negara yang dikehendaki oleh para pendiri negara kita
dalam kenyataannya tidak dilaksanakan berdasarkan suasana kerokhanian
berdasarkan nilai-nilai tersebut. Berdasarkan semangat dari UUD 1945 esensi
demokrasi adalah :
1. Rakyat merupakan pemegang
kedaulatan tertinggi dalam Negara . Kedaulatan rakyat dijalankan sepenuhnya
oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
2.
Presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan
karenanya
harus
tunduk dan bertanggungjawab kepada MPR.
3.
Produk hukum apapun yang dihasilkan oleh Presiden, baik sendiri maupun
bersama-sama lembaga lain kekuatannya berada di bawah Majelis Permusyawatan
Rakyat atau produk- produknya.
Prinsip-prinsip demokrasi tersebut bilamana kita kembalikan
pada nilai esensial yang terkandung dalam Pancasila maka kedaulatan tertinggi
Negara adalah di tangan rakyat. Rakyat adalah asal mula kekuasaan negara, oleh
karena itu paradigma ini harus merupakan dasar pijakan dalam reformasi.
Reformasi kehidupan politik juga dilakukan dengan meletakkan cita-cita
kehidupan kenegaraan dan kebangsaan dalam suatu kesatuan waktu yaitu nilai masa
lalu, masa kini dan kehidupan masa yang akan datang. Atas dasar inilah maka
pertimbangan realistik sebagai unsur yang sangat penting yaitu dinamika
kehidupan masyarakat, aspirasi serta tuntutan masyarakat yang senantiasa
berkembang untuk menjamin tumbuh berkembangnya demokrasi di Negara Indonesia.
karena faktor penting demokrasi dalam suatu negara adalah partisipasi dari
seluruh warganya. Dengan sendirinya kesemuanya ini harus diletakkan dalam
kerangka nilai- nilai yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri sebagai
filsafat hidupnya yaitu nilai-nilai Pancasila.
f. Pancasila sebagai Paradigma
Reformasi Ekonomi
Kebijaksanaan yang selama ini diterapkan hanya mendasarkan
pada pertumbuhan dan mengabaikan prinsip nilai kesejahteraan bersama seluruh
bangsa, dalam kenyataannya hanya menyentuh kesejahteraan sekelompok kecil orang
bahkan penguasa. Pada era ekonomi global dewasa ini dalam kenyataannya tidak
mampu bertahan. Krisis ekonomi yang terjadi di dunia dan melanda Indonesia
mengakibatkan ekonomi Indonesia terpuruk, sehingga kepailitan yang diderita
oleh para pengusaha harus ditanggung oleh rakyat.
Dalam kenyataannya sektor ekonomi
yang justru mampu bertahan pada masa krisis dewasa ini adalah ekonomi
kerakyatan, yaitu ekonomi yang berbasis pada usaha rakyat. Oleh karena itu
subsidi yang luar biasa banyaknya pada kebijaksanaan masa orde baru hanya
dinikmati oleh sebagian kecil orang yaitu sekelompok konglomerat, sedangkan
bilamana mengalami kebangkrutan seperti saat ini rakyatlah yang banyak
dirugikan. Oleh karena itu rekapitalisasi pengusaha pada masa krisis dewasa ini
sama halnya dengan rakyat banyak
membantu
pengusaha yang sedang terpuruk.
Langkah yang strategis dalam upaya melakukan reformasi
ekonomi yang berbasis pada ekonomi rakyat yang berdasarkan nilai-nilai
Pancasila yang mengutamakan kesejahteraan seluruh bangsa adalah sebagai berikut
:
1.
Keamanan pangan dan mengembalikan kepercayaan, yaitu dilakukan dengan program
“social
safety net” yang popular dengan program Jaring Pengaman Sosial (JPS).
Sementara
untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah, maka pemerintah
harus secara konsisten menghapuskan KKN, serta mengadili bagi oknum pemerintah
masa orde baru yang melakukan pelanggaran. Hal ini akan memberikan kepercayaan
dan kepastian usaha.
2.
Program rehabilitasi dan pemulihan ekonomi. Upaya ini dilakukan dengan
menciptakan kondisi kepastian usaha, yaitu dengan diwujudkan perlindungan hukum
serta undang-undang persaingan yang sehat. Untuk itu pembenahan dan penyehatan
dalam sektor perbankan menjadi prioritas utama, karena perbankan merupakan
jantung perekonomian.
3.
Transformasi struktur, yaitu guna memperkuat ekonomi rakyat maka perlu
diciptakan sistem untuk mendorong percepatan perubahan structural (structural
transformation). Transformasi struktural ini meliputi proses perubahan dari
ekonomi tradisional ke ekonomi modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi yang
tangguh, dari ekonomi subsistem ke ekonomi pasar, dari ketergantungan kepada
kemandirian, dari orientasi dalam negeri ke orientasi ekspor.
Dengan sendirinya intervensi birokrat pemerintahan yang ikut
dalam proses ekonomi melalui monopoli demi kepentingan pribadi harus segera
diakhiri. Dengan sistem ekonomi yang mendasarkan nilai pada upaya terwujudnya
kesejahteraan seluruh bangsa maka peningkatan kesejahteraan akan dirasakan oleh
sebagian besar rakyat, sehingga dapat mengurangi kesenjangan ekonomi.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
1. Bahwa pancasila sebagai dasar falsafah dan pandangan
hidup serta sumber dari semua sumber hukum adalah warisan hukum yang digali
dari nilai budaya, adat serta kepribadian bangsa.
2. Tidak ada yang salah dalam pancasila hanya saja
penjabaran pelaksanaan pada masa
pemerintahan sebelumnya hanya menjadi topeng dan kedok
pembenaran kekuasaan saja.
3. Pada masa reformasi ini sesuai dengan maknanya maka tidak
salah dan tepat bila kita harus kembali pada nlai-nilai pancasila yang telah
sekian lama menjadi asing dan jauh dari kehidupan kita sebagai bangsa.
4. Pengamalan nilai pancasila harus seiring dengan semangat
reformasi dalam perubahan menuju tatanan masyarakat yang madani adalah menjadi
tonggak sejarah dimana keberhasilan reformasi justru pada keberhasilan
mengembalikan kemurnian dan keutuhan serta kekuatan pancasilaisme disetiap
warga negara indonesia
b. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas ada beberapa saran yang dapat
diberikan guna mewujudkan upaya pembinaan masyarakat dalam menghayati dan
mengamalkan nilai-nilai Pancasila yang meliputi paham kebangsaan, rasa
kebangsaan dan semangat kebangsaan, antara lain:
a. Untuk meningkatkan Wawasan Kebangsaan bagi segenap
komponen bangsa diperlukan perhatian dan penanganan pihak-pihak terkait secara
integratif. Untuk itu, perlu diwujudkan adanya suatu wadah atau lembaga yang
akan menangani masalah Wawasan Kebangsaan serta perlunya buku pedoman nasional
yang dapat digunakan baik melalui pendidikan formal maupun nonformal.
b. Peran para elit pemerintah, elit politik dan tokoh
masyarakat LSM serta media massa sangat diperlukan untuk meningkatkan Wawasan
Kebangsaan. Untuk itu para tokoh tersebut harus mempunyai komitmen untuk selalu
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan
pribadi dan golongan dengan mengeyampingkan pemikiran sempit yang
menguntungkan
hanya sekelompok orang.
c. Perlunya pengamalan Pancasila secara nyata dalam kehidupan
sehari-hari melalui penataran atau sertifikasi Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), di seluruh
lembaga pendidikan, baik formal maupun nonformal, agar lebih tertanam rasa
cinta tanah air, bangsa dan negara bahkan selalu siap dalam
usaha bela negara.
d. Perlunya penyegaran di seluruh elemen masyarakat tentang pembinaan
dalam menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila
yang meliputi paham kebangsaan, rasa kebangsaan dan
semangat kebangsaan, di setiap Kabupaten atau Kota dengan melibatkan instansi terkait secara bertahap dan berlanjut.
DAFTAR PUSTAKA
http://sartikadwihardiyanti.blogspot.com/2010/06/perbandingan-pemerintahan-era-orde-baru.html
http://www.scribd.com/doc/28800100/Makalah-Pancasila-Reformasi
http://artikelpkn.blogspot.com/2010/12/demokrasi-dan-pelaksanaan-demokrasi-di.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar