BLOGIKA
1. Pengertian Logika Menurut Para Ahli
- Logika Menurut Para Ahli Yunani
Logika
dimulai sejak Thales (624 SM – 548 SM), filsuf Yunani pertama yang meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan cerita-cerita
isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam
semesta. Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (Yunani) yang berarti prinsip
atau asas utama alam semesta. Saat itu Thales telah mengenalkan logika induktif. Aristoteles kemudian mengenalkan logika sebagai ilmu, yang kemudian
disebut logica scientica. Aristoteles mengatakan bahwa Thales menarik
kesimpulan bahwa air adalah arkhe alam semesta dengan alasan bahwa air
adalah jiwa segala sesuatu.
Dalam
logika Thales, air adalah arkhe alam semesta, yang menurut Aristoteles
disimpulkan dari:
- Air adalah jiwa tumbuh-tumbuhan (karena tanpa air tumbuhan mati)
- Air adalah jiwa hewan dan jiwa manusia
- Air jugalah uap
- Air jugalah es
Jadi, air adalah jiwa dari segala sesuatu, yang berarti, air
adalah arkhe alam semesta.
Awal lahirnya ilmu
logika tidak bisa dilepaskan dari upaya para ahli fikir Yunani. Mereka berusaha
menganalisis kaedah-kaedah berfikir dan menghindari terjadinya kesalahan dalam membuat kesimpulan.
Ahli fikir yang mempelopori perkembangan logika sejak awal lahirnya adalah
Aristoteles (384-322 SM). Karya-karya beliau bukan saja di bidang logika, namun
juga di berbagai bidang keilmuan, baik ilmu alam maupun ilmu social.
Perkembangan logika setelah masa Arsitoteles banyak dilanjutkan oleh para
muridnya, di antaranya Theoprastus dan Porphyrus.
Theoprastus
adalah murid yang memimpin aliran peripatetic
(warisan gurunya) yang telah menyumbangkan pemikiran tentang pengertian yang
mungkin (yaitu pengertian yang tidak mengandung kontradiksi dalam dirinya) dan
sifat asasi dari setiap kesimpulan (harus mengikuti unsure terlemah dalam pangkal
fikir).
Adapun
Porphyrus adalah seorang ahli fikir dari Iskandariah yang amat terkenal dalam
bidang logika. Yang telah menambahkan satu bagian baru dalam pelajaran baru
dalam logika, yang dinamakan eisagoge.
Dalam pelajaran ini dibahas lingkungan zat dan sifat di dalam alam yang sering
disebut klasifikasi. Pada masanya, logika telah berkembang ke berbagai wilayah,
seperti Athena, Antiokia, Iskandariyah, dan Roma.
Di
samping jasa muridnya, perkembangan logika juga mengalami kendala. Pada tahun
325 M, di mana Kaisar Konstantin bertahta, telah berlangsung sidang Gereja I di
dunia, yaitu di Nicae yang dihadiri para Bishop dan Patriach. Yang salah satu
keputusannya adalah membatasi pelajaran logika hanya sampai Perihermenias,
sedangkan bagian-bagian lain dilarang.
Sebagai
dampak dari pelaragan ini adalah munculnya inisiatif dari seorang komentator,
yaitu Boethius (480-524 M) untuk menerjemahkan buku logika dari bahasa Yunani (greek) ke dalam bahasa Latin. Buku
yang diterjemahkan tersebut adalah termasuk buku yang dilarang, sebagai
konsekuensinya Boethius dijatuhi hukuman mati. Sejak saat itulah pelajaran
logika di Barat hampir selama seribu tahun juga mengalami kematian pemikiran.
B. Logika
Menurut Para Ahli Dunia Islam
Upaya untuk
mengembangkan logika, tampak dari upaya beberapa filsuf Islam yang aktif
menyalin buku-buku karya Aristoteles ke dalam bahasa Arab. Di antara filsuf
Islam tersebut adalah Johana bin Pafk yang menyalin buku kategori Aristoteles
menjadi Manqulatul Assyarat li Aristu,
Ibnu Sikkit Jakub Al Nahwi (803-859 M) memberi komentar dan tambahan dalam
bukunya Ishlah fil Manthiqi,
Jakub bin Ishak Al Kindi (791-863 M) menyalin bagian-bagian logika Aristoteles
dan memberi komentar satu per satu. Penyalinan bagian-bagian ini tidak dilarang
oleh kaum Gereja.
Sementara
itu, terdapat juga beberapa penyalinan dari karya Aristoteles yang jelas-jelas
dilarang, sebagaimana dilakukan oleh Ishak bin Hunain yang telah menyalin karya
Aristoteles berjudul Categoriae
dan De Interpretation ke dalam
bahasa Arab menjadi Maqulat li Aristu
dan Kitabu Aristhathalis: Bari
Armanias. Kemudian Said bin Jakub Al Dimsyiki menyalin eisagoge dan topica menjadi Isaghuji
wa tupigha Aristu. Abubisyri Matta Al Mantiqi menyalin Analytica dengan
nama Kitabul Burhan.
Penyalinan
karya Aristoteles di atas, masih dalam bentuk bagian demi bagian, sehingga
kurang menyeluruh dan tidak dapat dipahami secara komprehensif. Upaya untuk
menerjemahkan karya Aristoteles dalam bentuk menyeluruh telah dilakukan oleh Al
Farabi (873-950 M). Di samping mampu menguasai bahasa Yunani tua (Greek), beliau juga dikenal sebagai
guru kedua sesudah Aristoteles karena ulasan dan komentar-komentarnya. Beliau
telah menghasilkan empat karya di bidang logika, yaitu:
Kutubul Manthiqil Tsamaniyat
(menyalin dan memberi komentar tujuh bagian karya Aristoteles dan menambahkan 1
bab yang baru, sehingga kesemuanya adalah delapan buah)
Muqaddamat Isaguji Allati Wadha’aha
Purpurius (memberikan komentar atas bagian klasifikasi yang diciptakan
Porphyrus)
Risalat fil Manthiqi, al qaulu fi syaraitil
yaqini (membahas dan merumuskan syarat-syarat kontradiksi dari karya
Aristoteles)
Risalat fil qiyas, fushulun yuhtajju ilaihi
fi shina’atil manthiqi (membahas bentuk-bentuk silogisme dan merumuskan
persyaratan berdasarkan hokum Aristoteles)
Ahli
pikir Islam lainnya yang juga ikut mengembangkan logika adalah Abu Abdillah Al
Khawarizmi, yang telah menyusun dan menciptakan Aljabar serta buku Mafatihul
Ulum fil Manthiqi (berisi komentar tentang logika), Ibn Sina dengan
karya besarnya Asyiffa, yang
salah satu bagiannya membahas tentang logika. Adapun karyanya yang khusus
membahas logika adalah Isyarat wal
Tanbihat fil Manthiqi. Buku ini setelah diolah oleh pemikir Barat,
dijadikan sebagai standar pelajaran logika pada abad ke 17 dan telah melahirkan
aliran Port Royal di Perancis.
Memasuki
abad ke 14, banyak reaksi yang muncul terhadap pelajaran tentang logika. Mereka
dipandang terlalu memuja akal dalam mencari kebenaran sehingga banyak tuduhan
ekstrem kepada para pemuja akal ini. Ahmad Ibnu Taimiyah (1263-1328 M)
menentang pelajaran logika dengan mengeluarkan sebuah karya Fashihtu ahlil imam fil raddi’ala manthiqil
Yunani (ketangkasan pendukung keimanan menangkis logika Yunani). Adapun
Saaduddin Al Taftazani ((1322-1389 M) telah menjatuhkan hukuman haram bagi
orang yang mempelajari logika.
Perkembangan
logika semakin redup dengan jatuhnya Andalusia pada pertengahan abad ke 15
hingga abad ke 20 hanya beberapa karya logika yang lahir, di antaranya karya
Ibnu Khaldun, Al Duwani, dan Al Akhdhari. Untuk karya Al Akhdhari (Sullam fil Manthiqi) banyak dipakai
sebagai pelajaran dasar logika di dunia Islam, termasuk Indonesia. Namun,
semangat untuk mempelajari logika mulai bangkit kembali pada awal abad 20
dengan munculnya gerakan pembaharuan Islam di Mesir yang dipelopori oleh
Jamaluddin Al Afghani dan Muhammad Abduh.
C. Logika Menurut Para Ahli Barat
Petrus Alberadus
(1079-1142 M) adalah ahli pikir yang mencoba menghidupkan kembali pelajaran
logika di perguruan tinggi. Upaya beliau adalah menyampaikan pelajaran logika
dari Aristoteles yang tidak dilarang, di antaranya Categoriae, Eisagoge,
dan De Interpretatione.
Meskipun demikian, beliau berusaha untuk menggali naskah dari Cicero (Topic), Apuleus (komentar tentang perihermenias), dan Bothius (komentar tentang De Interpretatione). Keseluruhan
naskah ini kemudian dikenal sebagai Ars
Vetus (logika tua).
Jadi,
jika diringkas sejarah logika pertama kali disusun oleh Aristoteles, sebagai
sebuah ilmu tentang hukum berfikir guna memelihara jalan fikiran dari setiap
kekeliruan. Logika sebagai ilmu baru pada waktu itu, disebut dengan nama
analitika dan dialektika. Kumpulan karya tulis Aristoteles mengenai logika
diberi nama Organon.
Theoprastus,
memberi sumbangan terbesar dalam logika, yaitu penafsirannya tentang pengertian
yang mungkin dan juga tentang sebuah sifat asasi dari setiap kesimpulan.
Kemudian Porphyrus seorang ahli fikir di Iskandariyah menambahkan satu bagian
baru dalam pelajaran logika. Bagian baru ini disebut eisagoge, yakni sebagai pengantar categorie. Dalam bagian baru ini dibahas lingkungan zat dan
lingkungan sifat di dalam alam yang biasa disebut dengan klasifikasi.
Kemudian,
Petrus Hispanus menyusun pelajaran logika berbentuk sajak. Petrus inilah yang
pertama kali mempergunakan berbagai nama untuk system penyimpulan yang sah
dalam perkaitan bentuk silogisme kategorik dalam sebuah sajak. Kumpulan sajak
Petrus mengenai logika ini bernama summulae.
Francis Bacon kemudian melancarkan serangan sengketa terhadap logika dan
mengajurkan penggunaan system induksi secara lebih luas. Serangan Bacon
terhadap logika ini memperoleh sambutan hangat dari berbagai kalangan di Barat
sehingga kemudian perhatian lebih ditujukan kepada system induksi.
Pembaruan
logika di Barat berikutnya disusul oleh penulis lainnya di antaranya Leibniz.
Ia menganjurkan penggantian pernyataan dengan symbol-simbol agar lebih umum
sifatnya dan lebih mudah melakukan analisis. Demikian juga Leonhard Euler,
seorang ahli matematika dan logika Swiss melakukan pembahasan tentang term-term
dengan menggunakan lingkaran-lingkaran untuk melukiskan hubungan antarterm yang
terkenal dengan sebutan sirkel Eurel.
John
Stuart Mill mempertemukan system induksi dengan system deduksi. Setiap pangkal
fikir besar di dalam deduksi memerlukan induksi dan sebaliknya memerlukan
deduksi bagi penyusunan pikiran mengenai hasil ekprimen dan penyilidikan. Jadi,
kedua-duanya bukan bagian yang saling terpisah, tetapi sebetulnya saling
membantu. Logika formal sesudah masa Mill lahirlah sekian banyak buku baru dan
ulasan baru tentang logika. Sejak pertengahan abad ke 19 mulai lahir satu
cabang baru yang disebut dengan logika simbolis. Pelopor logika simbolis pada
dasarnya sudah dimulai oleh Leibniz.
Logika
simbolis pertama kali dikembangkan oleh George Boole dan Augustus de Morgan.
Boole secara sistematis dengan memakai symbol-simbol yang cukup luas dan metode
analisis menurut matematika, dan de Morgan merupakan seorang ahli matematika
Inggris yang memberi sumbangan besar kepada logika simbolis dengan pemikirannya
tentang relasi dan negasi. Tokoh logika simbolis yang lain adalah John Venn, ia
berusaha menyempurnakan analisis logis dari Boole dengan merancang diagram
lingkaran yang kini dikenal sebagai Diagram Venn untuk menggambarkan
hubungan-hubungan dan memeriksa sahnya penyimpulan dari silogisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar