Masyarakat
suku Banjar umumnya disebut dengan istilah “Urang Banjar” yang hidup di Riau kebanyakan tidak mengetahui dengan jelas arti kata
“Banjar”. Ada diantara mereka yang menduga nama “Banjar” berasal dari kata
“banjur” , yang ada dalam bahasa Banjar. Artinya membiarkan sesuatu terletak
untuk suatu tujuan. (Mahdini, 2003 : 7).
Sedangakan
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata
“Banjar” berarti “jajar yang berarti garis lurus, leret” (Depdiknas,2011 : 135)
Dalam
dialek Melayau Rantau Kuantan Indragiri Hulu, kata “Banjar” diartikan “kampung”
atau bagian dari kampung. Apabila arti “banjar” dalam bahasa melayu itu
dipergunakan nama “Banjar Masin’, maka akan berarti “kampung yang airnya asin”.
Pengertian ini lebih mudah diterima jika dihubungkan dengan beberapa keterangan
dari tutuha orang Banjar. Mereka
menjelaskan bahwa bahari (pada masa
dahulu), kota Banjar Masin itu hanyalah berupa sederatan rumah di pinggiran
Sungai Barito. Perkampungan ini sering dilanda pasang naik, sehingga air di
daerah tersebut terasa asin. Karena kondisi air seperti itu, maka perkampungan
orang-orang Banjar itu dinamai “Banjarmasin”, yang artinya desa atau
perkampungan yang airnya asin.
Sedangkan
orang-orang Dayak Ngaju menamakan perkampungan orang Banjar (Banjarmasin)
dengan “Hanja Oloh Masih”. Artinya kampung ( banjar) kampung (oloh) Melayu
(asih). Penamaan orang Ngaju terhadap Banjarmasin itu diikuti pula oleh orang
Belanda, tetapi kemudian bergeser beberapa kali. Banjar Oloh masih diucapkan oleh lidah
Belanda dalam tahun 1652 dengan Banjar Masih”. Sesudah itu mereka ucapkan
“Bandzermash”, lalu diucapkan pula “Banjermassingh”. Akhirnya pada tahun 1830
orang Belanda menyebut kampung orang Banjar yang telah menjadi kota itu denga
sebutan “Banjarmasin”. (Mahdini, 1985 : 17).
Berbeda
halnya dengan defenisi menurut Suwardi
dkk menyatakan bahwa suku Banjar adalah hasil pembauaran unik dari sejarah
sungai-sungai Bahau, Barito, Martapura dan Tabanio. Di daerah ini bermukim suku
Manyah, Lawangan Bukit dan Ngaju yang kemudian dipengaruhi oleh kebudayaan
Melayu dan Jawa yang disatukan oleh tahta yang beragama Budha, Shiwa dan yang
terakhir Islam dari kerajaan Banjar. Kemudian itulah cikal-bakal yang
menumbuhkan suku yang berbahasa Banjar, di daerah hulu menggunakan dialek-dialek
dan kebudayaan Banjar.
Bahasa
Banjar dan Agama Islam dibawah pengaruh kekuasaan dinasti-dinasti Banjar di
Kayu Tangi, yang membulatkan daerah dan suku ini menjadi satu kesatuan wilayah
suku bangsa Dayak yang beragamakan Keharingan atau Kristen tetap mereka memeluk
agama Islam. Kemudian mereka menggunakan bahasa Banjar dan menyebut diri mereka
orang Banjar. (Suwardi dkk, 2007: 213).
Bahasa
Banjar terbagi atas beberapa dialek, yang secara garis besarnya terdiri dari
dua:
a. Bahasa Banjar Hulu
b. Bahasa Banjar Kuala
Dalam
lingkungan Banjar Hulu dan Banjar Kuala ini terdapat sub-sub dialek, bahasa
ritual. Keseluruhannya itu tergantung pada ritus yang diadakaan. Secara umum
Bahasa Arab dalam upacara yang beragama Islam. Namun, kata-kata dalam ritus
yang digunakan umumnya dalam bahasaa Banjar campur bahasa Kawi, Arab dan
sebagainya. Tulisan yang digunakan dahulu
pun umumnya dalam tulisan Arab Gundul, dengan penyebaran “Parukunan
Syekh Arsyad al Banjari, yang sampai ke Malaysia dengan bahasa tulis Bahasa Melayu.
Semua kitab-kitab ditulis tangan seperti Puisi, Syair Siti Zubaidah, Syair
Tajul Muluk, menggunakan huruf
arab/Bahasa Melayu.
Karena
adanya pengaruh bahasa Jawa dan Melayu, tertuma dalam lingkungan Keraton yang
meluas dalam kalangan atasan dan menengah, terdapat pula Social Levels, dalam bahasa yang dipakai antara golongan penguasa
dan rakyat. Bahasa Banjar adalah bahasa sastra lisan.
Suku Banjar ke Indragiri
Hilir ( Tembilahan ).
Penghijrahan
suku Banjar ke Sumatera khususnya ke Tembilahan, Indragiri Hilir terjadi
sekitar tahun 1885 pada masa pemerintahan Sultan Isa. Sultan Isa yang
merupakan raja dari kerajaan Indragiri sebelum raja yang terakhir. Tokoh Banjar
yang terkenal dari daerah ini ialah Syekh Abdurrahman Siddiq bin H. Muhammad
afif Al Banjari (Tuan Guru Sapat) yang berasal dari Martapura. Beliau adalah
seorang ulama yang memegang jabatan sebagai Mufti Kerajaan Indragiri. ( Pemda
Prov.Riau, 1994 :177-177).
Dalam Sejarah Riau dinyatakan bahwa pada pemerintahan Sultan Isa raja
Kerajaan Indragiri (sebelum raja terakhir), sampailah perantau-perantau Banjar
ke Indragiri Hilir yang pada masa itu masuk Kerajaan Indragiri yang berpusat di
Rengat. Akan tetapi, kedatangan orang-orang Banjar itu besar kemungkinan
selepas tahun 1885, atau paling cepat setelah Sultan Isa dinobatkan menjadi
raja Kerajaan Indragiri Hilir tahun 1885. (Tim Penyusun dan Penulisan Sejarah
Riau.1977:374).
Ada beberapa alasan yang menjadi
penyebab orang Banjar dmemilih Indragiri Hilir sebagai tempat baru mereka,
yaitu:
a.
Terpilihnya
Indragiri Hilir oleh perantauan suku Banjar karena Belanda tidak melakukan Rodi (kerja paksa) pada masa itu. Kekuasaan Belanda
masih melalui Kerajaan Indragiri, sehingga sedikit banyaknya rakyat berada di
bawah penjajahan Belanda itu masih tinggal di rumah sendiri.
b.
Karena
orang Banjar masih berdarah tani sehingga dapat mengembangkan usahanya di
daerah ini. Karena daerah Indragiri Hilir memiliki banyak persamaan alam dengan
kampung halaman mereka di Kalimantan Selatan.
Indragiri Hilir berpenduduk sekitar
639.450 jiwa yang diperkirakan warga Banjarnya sebanyak 242.991 jiwa yang
tersebar di 20 buah kecamatan dan 192 desa. Warga Banjar atau keturunan orang
Banjar yang menjadi penduduk disini adalah di Kecamatan Tembilahan Hulu,
Tembilahan Kota, Tempuling, Enok, Batang Tuaka, serta Kuala Indragiri (Sapat).
Dari lima kecamatan yang dihuni warga
Banjar tersebut, dalam berkomunikasi pada kehidupan sehari-harinya mereka
menggunakan Bahasa Banjar sebagai bahasa harian. Seluruh penduduk di Tembilahan
berbahasa sehari-hari dengan Bahasa Banjar dan cenderung dengan dialek Pahuluan.
(Mahdini, 2003:8).
Orang Banjar datang ke Indragiri
Hilir secara bergelombang, setiap satu gelombang mungkin terdiri dari beberapa
orang atau beberapa keluarga.
Ada 3 gelombang migrasi Banjar
datang ke Indragiri Hilir, yaitu :
1. Dari laporan tertulis, seperti Monografi Daerah Kabupaten Indragiri Hilir,
1974 menyatakan bahwa migrasi spontan orang-orag Banjar mula-mula masuk melalui
Perigi Raja, terus ke Reteh dan menetap di sana.
2. Pada gelombang kedua ini perantau
Banjar memilih daerah Sapat atau Pulau Mas. Dipandang dari geografi daerah ini
cukup subur, sehingga cocok dan berpotensi sangat besar untuk pertanian dengan
teknik membuat parit. Keberhasilan orang Banjar membuat daerah Sapat menjadi kawasan
pertanian yang maju pada masa itu. Sehingga berkembanglah pusat pertanian atau
perkebunan kelapa, dan pusat dagang Indragiri Hilir yang menghasilkan kopra
sebagai pusat komoditi perdagangan.
3. Perkembangan yang maju serta
berjayanya orang-orang Banjar perantauan di Indragiri Hilir menggoda orang
Banjar yang berada di Kalimantan Selatan bahkan di Malaysia dan Singapura untuk
merantau dan berkebun di Indragiri Hilir.
......Di daerah ini bermukim suku Manyah, Lawangan Bukit dan Ngaju.....
BalasHapusmungkin yang saudara maksudkan dengan Suku Manyah itu adalah Suku Dayak Maanyan....
Selain itu, dari yang saya tahu, sebelum disebut Banjarmasin, nama kota ini adalah Bandarmasih, yang artinya, Bandar = Pelabuhan, Masih = Orang Melayu....
Sedangkan warga asli di Kalsel (domisili warga Banjar sekarang) adalah Suku Dayak. Suku Dayak tersebar di seluruh Pulau Kalimantan Termasuk di antaranya Suku Dayak Ngaju, Dayak Lawangan, Dayak Bakumpai, Dayak Maanyan, dll. Jumlah sub suku dayak ada ratusan, di seluruh Pulau Kalimantan, dan konon katanya, ada kesamaan dengan suku2 di Madagaskar.
Suku Banjar, pada awalnya adalah sub dari Suku Dayak. Namun, setelah masuknya Islam, karena perdagangan orang Arab, dan invensi Kerajaan Demak, kemudian orang Dayak yang memeluk agama Islam disebut orang Banjar.
silahkan kawan baca di blog ini, tentang hikayat datu banua lima. Leluhur orang2 banjar.
Memang tidak disebutkan disana, orang Dayak yang masuk Islam kemudian disebut orang Banjar. Namun hal ini, juga berdasar pada penelitian Prof. Keloso, S. Ugak, dan juga pada cerita-cerita orang-orant tua dulu.
http://banuahujungtanah.wordpress.com/2010/02/26/hikayat-datu-banua-lima/
Terima kasih banyak atas komen dan Informasi saudara..
HapusSangat membantu saya..
Kebetulan saya akan menyusun skripsi mengangkat tentang kebudayaan Banjar khususnya Banjar Perantau Inhil, yakni adat perkawinan nya..yg ada di Indragiri Hilir.
Saran dan komentar nya saya tunggu..
Wah artikel yang sangat Bagus...Thanks
BalasHapusSatrya@
BalasHapusTerima kasih.
aswt wrwb salam kenal
BalasHapusWa alaikum salm.salm knal jga
BalasHapusKami adalah anak keturunan Mufti Abdrahman Siddiq Al Banjari.
BalasHapusMoyang dan datuk saya telah hijrah dari Sapat menuju Daerah Kerian, Perak. Membuka Madrasah Al Hidayah di Parit Abbas, bersempena nama kampung mereka di Sapat - Kampung Al Hidayah.
Tulisan diatas sangat bagus untuk difahami oleh generasi banjar Malaysia yang makin hari telah terhakis ke-banjaran mereka.
disungailuar ada tetua banjar tuch yg pengetahuannya trmasuk luas jg tntg sejarah, umurnya dah 83 tahun tp masih sehat. setahu saya dia salah satu orang banjar yg berpengetahuan tinggi.....
BalasHapussep, infonya.
BalasHapusIzin share
BalasHapusIzin share
BalasHapusSilahkan..
Hapus