SIMBOL-SIMBOL DALAM MASYARAKAT
BANJAR
Simbol yang dimaksudkan di sini bukanlah simbol
dipakai sehari-hari oleh orang daerah seperti misalnya simbol provinsi,
kabupaten maupun organisasi lainnya. Simbol yang dimaksud adalah tanda-tanda
yang ada hubungannya dengan kepercayaan atau dengan upacara adat. Sibol ini
berupa tanda yang diukirkan, dituliskan dan juga tanda yag dibentuk, jadi tri
matra. Yang demikian ini tidak banyak terdapat di daerah tertentu.
Simbol-simbol di sini dikelompoka jadi 2, yaitu
sebagai berikut:
a. Simbol-simbol yang berhubungan dengan kepercayaan
1. Simbol Cacak-Burung
Yang sangat umum dipakai sebagai simbol adalah Cacak-Burung (Cicak-Burung). Wujud dari
tanda ini sagat sederhana. Ada sebuah garis horizontal dan ada sebuah garis
vertical yang memotong di daerah garis horizontal tersebut. Jadi persis seperti
tanda tambah (+) dalam matematika.
Bagian kiri dan kanan dari garis horizontal sama
panjang, demikian pula pada bagian atas dan bawah dari garis vertical. Bahkan
ke empat bagian itu sama sama atau setidaknya kurang lebih panjangnya. Jadi
tidak seperti tanda salib. Untuk lebih jelas perhatikan gambar di bawah ini:
Simbol Cacak-Burung
ini dipakai untuk menolak roh jahat, menolak penyakit, menolak bala dan
sebagainya. Dalam pengertian menolak terkandung arti agar roh jahat, penyakit
dan sebagainya itu jangan sampai datang dan juga berarti roh jahat atau
penyakit yang telah ada diburu agar lari meninggalkan.
Simbol ini banyak digunakan untuk kepentingan
penjagaan dan pengobatan, untuk menjaga makanan agar tidak diganggu roh jahat.
Misalnya penjagaan seperti berikut:
1.
Supaya tapai
jangan masam, maka bakul tempat memproses tapai itu diberi tanda Cacak-burung dengan kapur makan.
2.
Supaya rending,
gulai daging atau ayam dalam panic tidak diganggu roh jahat maka diberi simbol Cacak-burung dengan kapur makan pada
panic atau kualinya.
3.
Dalam pengobatan
tradisisonal sakit Kepidaraan (sakit
karena ditegur mahluk halus atau dikenang orang atau keteguran orang meninggal,
gejalanya seperti sakit demam badan panas tapi terasa dingin). Maka setelah
dibacakan bacaan berupa ayat
Al-Qur’an sepert: Diawali dengan lapadz basmallah,kemudian surah Al-Fatihah dan
salawat nabi, lalu pada bagian tertentu seperti: kening, kedua telapak tangan,
perut dan terakhir kedua telapak kaki diberi tanda cacak-burung dengan menggunakan janar
dan kapur (kunyit dan kapur) yang kemudian ujung sisa kunyit setelah
diparut di parang kadang juga di nyiru
tersebut dibuang kea rah matahari pajah (tenggelam)
hakekat hati bahwa penyakit tersebut hilang bersamaan matahari tenggelam.
4.
Penjagaan pada
ibu yang melahirkan agar tidak diganggu hantu kuyang maka dibuatlah simbol cacak-burung
pada alu. Simbol tersebut dibuat dalam jumlah banyak pada sekeliling alu,
kemudian alu tersebut ditegakan di dekat tangga rumah.
5.
Agar rumah tidak
diganggua roh jahat atau binatang, maka tiang yang dekat dengan tangga diberi
tanda cacak burung.
6.
Supaya ladang
tidak diganggu burung, hama lainnya maupun roh jahat maka diberi tanda cacak-burung maka digantungi nyiru yang diberi tanda cacak-burung yang dibuat dengan kapur.
Melihat nama simbol Cacak-burung, maka ada kemungkinan ada hubungannya dengan dunia
bawah dan dunia atas. Cacak (cicak)
dalam kesatuan pohon hayat merupakan lambing dunia bawah , sedangkan burung merupakan
lambing dunia atas. Cacak dilambangkan dengan garis horizontal. Garis
horizontal berarti sifat bertahan sebagai perisai, berfungsi menangkis segala
serangan. Burung dilambangkan dengan garis vertical. Garis vertical berarti
siap untuk melawan, menyerang. Garis ini lambing aktif, menyerang, mengusir dan
memburu. Dari filsafat yang dimilikinya ini maka cacak-burung merupakan alat yag ampuh untuk menangkis, melawan,
menyerang roh jahat maupun penyakit dan bahkan musuh.
2. Simbol Pohon Hayat
Simbol yang berikutnya sering digunakan adalah
simbol pohon hayat. Orang dayak Kalimantan Selatan menyebutnya Langgatan. Orang dayak percaya bahwa roh
nenek moyang, pujut (penguasa hutan)
turun mendekati manusia melalui Langatan ini,
demikian pula naiknya negeri asal roh itu melalui langgatan pula.
3. Simbol Sindat
Simbol ketiga disebut sindat. Sindat ini seperti mengikat simpul dengan ujung terlipat. Simbol
ini berguna untuk mengunci sesuatu agar tidak diganggu oleh roh jahat. Setelah
dikunci maka roh jahat tidak akan mengganggu lagi. Simbol sindat ini digunakan seperti:
a. Memulai menuai padi, sehabis menuai tiga atau
lima atau tujuh tangkai, maka daun padi yang tangkainya dituai terakhir diberi
simbol sindat. Tujuannya agar tidak
diganggu roh jahat maupun binatang. Dengan sindat
berarti telah terkunci. Demikian juga apabila penuai padi, si penuai
berhenti untuk pulang maka daun padi yang dituai terakhir itu dibuat simbol sindat sebai pengunci. Tujunnya
agar sumangat banih (roh,berkah padi)
tidak pergi atau hilang dibawa roh jahat. Sama halnya juga di gudang banih (lumbung padi) diberi
simbol sindat. Juga ketika menjemur
padi, setelah padi diserakan secara merata lalu ditaruh tanda sindat bisa dengan daun kelapa, daun
pisang, ataupun dengan daun padi.
b. Simbol yang Berkaitan dengan Upacara Adat
Sebenarnya sukar dibedakan anatar simbol yang
berhubusimbol yang berhubungan dengan dengan kepercayaan, dengan simbol yang
berhubungan dengan upacara adat.
Sebuah simbol sering digunakan dalam kedua hal
tersebut bersama-sama. Baik sebagai sesuatu yang berhubungan dengan kepercayaan
maupun sebagai sesuatu yang berhubungan dengan uapacara adat, misalnya:
1. Pohon hayat,
digunakan untuk upacara perkawinan. Simbol ini menjelma menjadi beberapa macam:
a. Sebagai hiasan. Diterapkan lukisan
pohon hayat pada dindinga air guci (rembuci) dengan menjahitkan kain rembuci
itu pada kain berwarna.
b. Sebagai nasi hadap-hadap atau nasi
padapatan yang terbuat dari nasi ketan. Nasi ini dibentuk seperti gunung,
diatas nasi ditaruh ayam panggang. Inilah yang dimakan sebagai simbolis pada
waktu bersanding.
2. Tutungkal
Tutungkal adalah daun pandan boleh juga daun kelapa yang
teranym seperti anyaman ketupat, besanya sebesar ibu jari orang dewasa,
kemudian ujung anyaman dijadikan tagkai dari tutungkal tersebut. Tutungkal
ini berfungsi sebagai pagar dan alat pemagar dari bahaya, roh jahat dan
penyakit. Jadi simbol ini berguna sebgai sebagai pelindung. Penggunaan benda
ini selalu dalam upacara, maka dalam upacara tutungkal ini dilengkapi dengan minyak
likat boborih (minyak kental), beras kuning, mata uang logam dan minyak
wangi. Cara menggunakan yaitu : cairan yang telah disatukan tersebut
dipercik-percikan kepada apa yag akan dilindungi. Misalnya: padi yag akan
dituai, mempelai, anak yang baru lahir. Sesudah itu disusul dengan penaburan
beras kuning dan uang logam untuk upacara yang menyangkut pelatikan dan
perkawinan.
Asumsi pembuat tutungkal
ini mungkin orang-orang dan
benda-benda dimasukan ke dalam tutungkal (hakikatnya)
sehingga orang dan benda tersebut terlindung. Upacara yang disebut Tapun tawar juga menggunakan tutungkal.
Sumber: Buku Adat
Istiadat Kalimantan Selatan, Mendikbud.1978
Wawancara dari tetuha
Catatan: Apa yang saya tulis saya
kutip dari buku juga wawancara serta pengalaman pribadi dan melihat langsung
tentang hal yang berkaitan dengan simbol-simbol tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar