“YANG PENTING
NILAI AMAN”
Pendidikan merupakan cara untuk
mencerdaskan anak bangsa. Yang dimaksud cerdas di sini tidak hanya cerdas dalam
IQ namun harus cerdas dalam emosional. Pengertian dan tujuan pendidikan telah
tercantum denga sangat jelas dalam UU Tentang Pendidikan Nasional UU No.20
Tahun 2003.
Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara.
Bahkan semboyan pendiknas kita juga jelas Tutwuri Handayani yang dicetuskan oleh tokoh pendidikan kita Ki
Hajar Dewantara.
Namun, dalam tulisan ini saya
tidak menjelaskan tentang pengertian maupun tujuan dari pendidikan itu secara
khusus. Saya hanya berbicara tentang fenomena pendidikan yang terjadi di tanah
air khususnya di perguruan tinggi. Namun, ini hanya dialami sebagian mahasiswa
yang di dalamnya termasuk saya.
Kita lihat slogan lucu ini,
jika sekilas kalimat yang tertulis itu hanya sebuah lelucon belaka oleh
mahasiswa. Namun jika kita ulang sekali lagi membacanya maka akan tersiratlah
sebuah makna yang mahasiswa saja yang mengerti karena mahasiswa yang
mengalaminya. Mahasiswa sering tidak menyadari tentang itu, bahkan jika menyadari
mereka hanya tersenyum pasrah dan paling berkata “Yah, yang penting nilai aman”.
Di bangku perkuliahan kita
sangat sering mendengar nasehat dari para dosen tentang pentingnya kerjasama,
menghargai orang lain, disiplin, toleransi de-el-el. Bahkan nasehat itu sudah
saya dengar dari guru-guru saya ketika masih di Sekolah Dasar. Ya. Bagus
nasehat tersebut. Ini lah sebagai pembeda kita manusia dari mahluk lain, kita
punya toleransi, menghargai de-el-el. Yang jadi persoalan apakah mereka
menerapkan apa yang mereka nasehatkan itu?. Oke. Mungkin sudah diterapkan di
lingkungan kerja, rumah de-el-el, tapi apakah diterapkan pada anak
didiknya?Maaf. Anak didik di sini khusus
mahasiswa. Mungkin sebagian sudah menerapkan, nah..saya membicarakan yang belum
menerapkan.
Saya buat saja contoh kecil “DISIPLIN”. Wah..kata ini sangat
singkat hanya terdiri dari 8 huruf, namun lumayan sulit untuk dilakukan.
Mahasiswa sering ditegur, diberi sanksi de-el-el jika tidak disiplin, misalnya
saja masuk kelas dan mengumpulka tugas. Ya. Itu sangat bagus, sebagian dosen juga
banyak yang disiplin. Namun bagaimana yang tidak disiplin?ketika mahasiswa
biasanya sudah masuk kelas, lama ditunggu dosennya tidak kunjung datang. Comting dapat telfon/SMS masuk diundur
20 menit lagi dosen lagi OTW, terkadang jam diubah jam 3.00 atau cari jadwal
kosong. Walaupun sudah kesal, mahasiswa bisa menerima alasan dosen, karena
mahasiswa tidak bisa berbuat apa-apa. Hal ini tidak hanya terjadi pada satu
orang dosen, tetapi beberapa orang. Mahasiswa
korban PHP (pemberi harapan palsu) ini istilah gaulnya.
Jika berbicara masalah
disiplin, memang sulit juga. Sekarang contoh lain. Saya ambil contohnya
“Menghargai, toleransi”. Saya akui, banyak juga dosen yang baik dan toleransi.
Terkadang sikap baik dan toleransi dosen ini membuat Mahasiswa Melunjak. Mungkin ini salah satu alasan dosen untuk lebih
mengurangi toleransi.
Sekarang mengenai “Menghargai”.
Kata-katanya lebih banyak terdiri dari 10 huruf, namun..penerapannya luar biasa
bukan main sulitnya. Fenomena yang sering terjadi di kampus mengenai
“menghargai” ini sangat sering terjadi. Misalnya: Mahasiswa tidak menghargai
karya orang lain, sehingga tugas yang diberikan dosen dikerjakan dengan cara
menciplak hasil kerja orang lain, dengan istilah komputerisasi “Copas (copy-pasteI). Yang lebih
menyedihkan dan ironisnya lagi tugas akhir kuliah yang disebut SKRIPSI masih
ada yang ditemukan hasil copas,
sehingga tidak ada kata toleransi untuk mahasiswa macam ini. Ini wajar dosen marah, kampus meradang.
Kita lanjutkan mengenai
“menghargai”. Mahasiswa berbagai macam cara menghargai dosen, cari hati dosen
de-el-el agar nilai mereka aman. Banyak pengorbanan yang mahasiswa lakukan baik
materi, tenaga, waktu demi nilai. Iya. Ini wajar, karena jika ingin dapat
sesuatu itu tidak ada yang gratis, harus ada usaha maupun perjuangan. Namun
yang jadi pertanyaan “Apakah dosen menghargai perjuangan mahasiswa itu?”. Okey.
Sebagian besar banyak yang menghargai, namun masih ada yang tidak menghargai.
Saya berikan contoh kecil saja. Ketika mahasiswa ingin minta signature atau bagi mahasiswa yang lagi
nyusun skripsi. Aduh, ampun. Sulitnya mencari dosen. Iya. Mahasiswa mengerti
kalau dosen itu orang sibuk. Tapi, apakah dosen tidak menganggap atau tidak
mengetahui bahwa mahasiswa juga punya kesibukan. Mahasiswa juga punya keluarga,
punya pekerjaan, punya masalah de-el-el. Mahasiswa selalu mengerti dosen, jika
kecewa mahasiswa paling bisa mengeluh “Yah,
kita yang butuh nilai, yah..kita lah yang nyari, sabar-sabar lah”.
Mahasiswa selalu mengerti dosen,
mengikuti keinginan dosen yang tujuannya supaya nilai aman. Tapi apakah dosen
pernah memikirkan mahasiswa?dosen juga pernah kuliah, pernah menjadi mahasiswa.
Mungkin juga mengalami hal yang sama pernah diperlakukan seperti hal di atas.
Terkadang mahasiswa ini naïf, termasuk saya orang yang naïf. Seorang mahasiswa
tidak jarang tergopoh-gopoh, tergesa-gesa, bahkan sering mengabaikan
keselamatan nyawa ketika mengemudi terburu-buru demi menemui dosen untuk hanya
mendapat tanda tangan de-el-el. Mahasiswa tidak jarang jadi korban PHP dosen.
Misalnya ketika mahasiswa menelfon dan janji bertemu dosen jam 10.00 di Prodi
misalnya. 30 menit sebelum jam 10.00 tersebut mahasiswa sudah menunggu, namun
apakah dosennya On Time? Okey.
Mungkin sebagian besar banyak juga yang menghargai waktu, tetapi ada juga yang
tidak berperasaan. Setelah ditunggu hampir 2 jam, tidak kunjung datang, ketika
ditanya, eh..katanya ada keperluan mendadak. Yah…KORBAN PHP lagi deh...Bahkan tidak jarang dosen mempersulit
mahasiswa. Ketika mahasiswa salah, mungkin sedikit lalai, dosen akan tidak
jarang semena-mena. Sesuatu yang sangat penting bagi mahasiswa, tidak jarang
dosen mengabaikan. Misalnya: Ketika ujian PPL. Dosen dengan entengnya bilang “Maaf, saya sibuk. Jadi tidak bisa datang”.
Yah…apa boleh buat. Kami butuh nilai dari dosen, jadi mengikuti aturan main
dari dosen. Inilah fenomena yang terjadi. Mau tidak mau, setuju tidak setuju,
inilah realita.
Tulisan saya ini tidak
bermaksud sebagai profokator atau apa namanya, ini hanya segelintir uneg-uneg
yang saya alami. Semoga pembaca memahaminya.