Panggilan
Terakhir
Hujan sangat deras, di bangku kayu di
Taman kampus terlihat seorang gadis
memakai jilbab merah maron dengan blues panjang tas kecil menempel di
pundaknya. Gadis itu sebentar-bentar melihat arloji di tangannya, terlihat
jelas dia menunggu seseorang. Entah berapa jam dia duduk disana menunggu dan terus menunggu. Gadis
itu bernama Jenny, mahasiswa semester 7 sebuah Universitas terkemuka di provinsi ini.
“Kenapa
dia belum datang, sudah pukul 18.00.” Gumam gadis itu sedih. Akhirnya gadis itu
memutuskan untuk pergi dengan meninggalkan pesan terbungkus plastik. Hujan masih deras, Jenny tetap melangkah
menyusuri jalan taman dengan air mata bercucuran.
“Mugkin
dia sakit, ya..”Jenny menguatkan hatinya. Gadis itu semakin sedih akhirnya dia
menjatuhkan payung merahnya ke tanah, jenny melepas sepatunya dan berlari di
bawah derasnya hujan. Di halte terlihat seorang pria muda sedang berdiri,
tangan kanannya menjulur menadah tetesan hujan. Jenny menuju Halte dimana pria
muda itu duduk.
“Apakah
ini alasannya dia menyuruhku untuk meninggalkan ponsel?ah…kenapa?apa salah
ku?..”Jenny terus menggerutu sendiri tanpa memperdulikan pria muda di
sebelahnya yang terus berkerut kening memperhatikannya.
“Jangan
melihatku seperti itu, anggap saja kau tidak melihat.”Tegur Jenny.
“Kamu
bicara dengan ku ya?”Tanya pria muda itu dengan wajah berkerut.
“Kyaaa..iya.Mana
mungkin aku bicara pada tiang?”Jawab Jenny marah.
“Kok
kamu marah?hei..kamu sudah hampir 30 menit berbicara, aku pikir kamu masih
bicara sendiri. Dan..ooh..apa kau tidak kedinginan?”pria muda itu semakin
bingung.
Oh,
maksud mu apa?sepertinya anak baru masuk ya, ah..lupakanlah..apa perduli
ku.”Jenny kesal lalu pergi namun spontan dia terpeleset dan jatuh tepat didepan
pria muda itu.
“Kamu
tidak apa-apa?”Tanya pria muda itu dengan polosnya. Jenny berlalu dengan
menahan malu.
“Cewek
yang malang dan percayalah kekasihmu itu tidak akan datang.”Gumam pria muda itu
sambil memperhatikan kepergian Jenny.
Pria
muda itu kembali menadahkan tangannya seolah ingin menampung tiap tetes air hujan
yang jatuh.
Adzan magrib berkomandang, Jenny baru selesai mandi dan
berganti pakaian dan bersiap-siap untuk melaksanakan sholat magrib. Selesai
sholat dia kembali terfikir pada Riko pacarnya yang berjanji akan datang ke
Taman. Jenny semakin sedih karena sedikitpun tiada kabar dari Riko, bulir-bulir
bulir bening mulai menetes dari sudut matanya. Cukup lama jenny berdiam diri
bersimpuh di atas sajadah.
“Apakah aku ini yang bodoh?aku terlalu
buta pada cinta Riko. Tapi mengapa dia
tega?Kenapa?”Jenny membathin.
Di luar masih terdengar tetesan hujan,
namun tidak sederas sebelumnya. Jenny mengambil ponselnya dan matanya melotot
setengah kaget dan gembira karena sebuah panggilan dari orang diharapkan.
Namun, spontan Jenny tertegun memandangi layar ponselnya hatinya seakan
berteriak dan egonya meminta untuk tidak menjawab panggilan itu. Di lain sisi
hati kecilnya berbisik pelan untuk menyuruhnya menjawab panggilan itu. Jenny
masih tertegun hingga 10 panggilan terjawab tertulis di layar ponselnya. Jenny
menekan dadanya yang berdebar namun diputuskannya untuk me-reject panggilan
itu. Hatinya menjerit, kepedihannya semakin kuat spontan Jenny melemparkan
ponselnya ke kasur lalu gadis itu membenamkan wajahnya di bantal. Jenny
menumpahkan tangisannya pada bantal seakan bantal bersampul merahnya itu teman
curhatnya yang setia menemaninya ketika dia menangis. Kepedihan dan rasa sakit
Jenny semakin membuncah ketika teringat dengan kenangan-kenangan indah pertama
bertemu Riko.
Ketika itu pertama kali Jenny menginjakan
kaki di Universitas, Jenny adalah salah satu mahasiswa yang masuk melalui jalur
Pemilihan Bibit Unggul Daerah (PBUD). Jenny kebingungan mencari tempat daftar
ulang dan pengantaran pormulir. Jenny ketika itu hanya seorang diri dengan
sangat percaya diri menuju sebuah gedung yang ramai dengan orang, Jenny pun
membuat kesimpulan bahwa itulah tempat pendaftarannya. Setelah sekian lama
ngantri, akhirnya giliran Jenny menuju meja administrai. Jenny langsung
menyerahkan berkasnya dan petugas itu memeriksa dan berkerut kening lalu
menyuruh Jenni mendekat.
“Di sini UP2B untuk mendaftar ujian
Toufle. Tempat pendaftaran di Puskom (Pusat Komunikasi)Tanya aja dengan security tetapi ada kok
tulisan nya terpampang.”Ujar petugas itu menjelaskan. Jenny keluar dengan wajah
malu diikuti puluhan pasang mata
memperhatikannya, tidak seorangpun dari mereka menwarkan bantuan.
“Inilah buruknya generasi muda Indonesia yang
katanya ramah dan suka menolong, tetapi di Universitas lingkungan pendidikan
karakter mahasiswanya seperti ini?”Gumam Jenny sambil menyusuri trotoar jalan
di bawah teriknya matahahari, setiap gedung yang ditemuinya Jenny meneliti
dengan seksama tulisan yang terpampang di sana.
“Mau cari Puskom ya?”Tanya sebuah suara
yang mengejutkan Jenny. Di sebelahnya seorang pria muda mengendarai motor
Kawasaki Ninja merah tersenyum ramah.
“Oh..aku Riko. Tadi aku dengar kamu cari
Puskom pas di UP2B, dan sorry tadi gak sempat ngasih petunjuk.”Ujar pria itu.
Jenny seakan masih terpukau pada pria itu, keningnya berkerut dadanya berdebar
entah mengapa.
“Kita udah di depan Puskom.”Pria
menambahkan kemudian dia pergi memarkirkan motornya kemudian kembali menemui
Jenny. Semenjak hari itu Riko merupakan mahasiswa semester 3 Ilmu Komunikasi
menjadi teman dekat Jenny yang akhirnya ketika masuk semester 2 Riko resmi
nembak Jenny di Taman Kampus dan mereka resmi pacaran.
Jenny menangis sejadi-jadinya, terlalu
pahit kenangan dengan Riko harus dilupakan karena hubungan yang begitu indah
dan harmonis mengapa harus berakhir menyakitka tanpa sebab. Jenny kembali Jenny
tertegun namun dikejutkan dengan deringan ponselnya. Kali ini panggilan dari
sahabatnya Nia.
“Jenny, kamu tidak apa-apa?”Terdengar
suara Nia terburu-buru. Spontan tangis Jenny meledak seakan ingin menumpahkan
kesedihannya pada sahabatnya.
“Jenny, yang tabah ya. Ridho sekarang sedang dalam perjalanan
menjemputmu.”Hibur Nia.
“Aku gak mau keluar, aku gak mau..”Sahut
Jenny sesegukan.
“Jenny, apa Riko gak penting buat
mu?”Tanya Nia lagi.
“Nia..aku gak kuat..Riko tega..”Sahut
Jenny lalu menutup ponselnya. Jenny kembali menangis, namun dia dikejutkan
dengan gedoran pintu.
“Jenny, ini aku, buka pintunya.”Akhirnya
Jenny keluar dengan mata merah.
“Ada apa Ridho?aku gak mau pergi.
Memangnya mau kemana?”Ujar Jenny lemas.
“Ke Rumah Sakit.”Jawab Rido singkat.
“Ngapain?”Jenny mulai was-was dan kuatir.
“Riko..Riko sekarat…maksud aku Riko
kecelakaan di Fly Over pukul 17.45 WIB tadi. Aku baru tau pas magrib.”Ridho
terbata-bata.
“Kecelakaan?”Ucap Jenny lemas dan
langsung terduduk di lantai. Dunia seakan menjadi gelap, b lampu-lampu padam,
suara-suara menghilang kini yang Jenny rasakan berada disebuah ruang sempit
tanpa cahaya.
“Kau gilak. Kau pasti bohon kan?”Tanya
Jenny tiba-tiba.
“Aku serius, Jen..”Jawab Ridho.
“Kau bohong, tadi magrib dia menelfonku
hingga 10 x, kau bohong…”Ujar Jenny dengan isak tangis mulai keras. Ridho
tertegun memandangi layar ponselnya.
“Nia SMS…ini.”Ridho memberikan ponselnya
pada Jenny.
“Ridho
meninggal….”Bagai petir
menyambar, Jenny ambruk jatuh ke lantai dan gadis itu sudah tidak sadarkan
diri.
Ke esokan harinya Jenny ikut mengantarkan
jenazah Riko ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Jenny masih tidak
percaya bahwa tubuh yang terbungkus dengan jas hitam, terbaring di peti mati
dengan wajah pucat itu adalah Riko orang selama tiga tahun lebih bersamanya.
Hubungan Jenny dengan Riko sangat harmonis meskipun mereka berbeda keyakinan.
Beribu sesal seakan bagaikan batu besar yang tajam mengganjal di hati Jenny.
Penyesalan Jenny yang tiada berguna itu semakin besar ketika mengetahui dari
dokter yang merawat Riko bahwa Riko memohon untuk minta izin menelfon seseorang
yang ternyata Jenny.
“Aku bodoh…aku bodoh…aku benci
diriku..”Isak Jenny menangi sambil memeluk erat foto Riko. Tiba-tiba dia
teringat dengan voice mail yang belum
dia buka, Jenny menguatkan dirinya dan dengan bissmillah gadis itu mendengarkan
voice mail itu.
“Jenny, maaf..aku tidak bisa datang..jaga
dirimu..”Suara yang sangat tidak asing itu begitu jelas dan ponsel Jenny pun
jatuh ke lantai.
“Riko……………………!!!”Teriak Jenny seakan
orang yang hilang ingatan.
"Sebuah hubungan yang sudah terjalin dengan saling
mempercayai dan tanpa adanya kecurigaan akan mampu bertahan lama. Cinta yang
benar-benar tulus akan abadi hingga
akhir hayat namun tak lepas dari itu hanya Tuhan yang mengaturnya. Percayalah
pada orang yang kamu cintai, jauhkan ego
agar tidak berakhir pada penyesalan."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar