Flag Counter

Kamis, 26 September 2013

Cerpen Sedih Panggilan Terakhir

Panggilan Terakhir

Hujan sangat deras, di bangku kayu di Taman kampus terlihat seorang gadis  memakai jilbab merah maron dengan blues panjang tas kecil menempel di pundaknya. Gadis itu sebentar-bentar melihat arloji di tangannya, terlihat jelas dia menunggu seseorang. Entah berapa jam dia duduk disana menunggu dan terus menunggu. Gadis itu bernama Jenny, mahasiswa semester 7  sebuah Universitas terkemuka di provinsi ini.
“Kenapa dia belum datang, sudah pukul 18.00.” Gumam gadis itu sedih. Akhirnya gadis itu memutuskan untuk pergi dengan meninggalkan pesan terbungkus plastik.  Hujan masih deras, Jenny tetap melangkah menyusuri jalan taman dengan air mata bercucuran.
“Mugkin dia sakit, ya..”Jenny menguatkan hatinya. Gadis itu semakin sedih akhirnya dia menjatuhkan payung merahnya ke tanah, jenny melepas sepatunya dan berlari di bawah derasnya hujan. Di halte terlihat seorang pria muda sedang berdiri, tangan kanannya menjulur menadah tetesan hujan. Jenny menuju Halte dimana pria muda itu duduk.
“Apakah ini alasannya dia menyuruhku untuk meninggalkan ponsel?ah…kenapa?apa salah ku?..”Jenny terus menggerutu sendiri tanpa memperdulikan pria muda di sebelahnya yang terus berkerut kening memperhatikannya.
“Jangan melihatku seperti itu, anggap saja kau tidak melihat.”Tegur Jenny.
“Kamu bicara dengan ku ya?”Tanya pria muda itu dengan wajah berkerut.
“Kyaaa..iya.Mana mungkin aku bicara pada tiang?”Jawab Jenny marah.
“Kok kamu marah?hei..kamu sudah hampir 30 menit berbicara, aku pikir kamu masih bicara sendiri. Dan..ooh..apa kau tidak kedinginan?”pria muda itu semakin bingung.
Oh, maksud mu apa?sepertinya anak baru masuk ya, ah..lupakanlah..apa perduli ku.”Jenny kesal lalu pergi namun spontan dia terpeleset dan jatuh tepat didepan pria muda itu.
“Kamu tidak apa-apa?”Tanya pria muda itu dengan polosnya. Jenny berlalu dengan menahan malu.
“Cewek yang malang dan percayalah kekasihmu itu tidak akan datang.”Gumam pria muda itu sambil memperhatikan kepergian Jenny.
Pria muda itu kembali menadahkan tangannya seolah ingin menampung tiap tetes air hujan yang jatuh.

Adzan magrib  berkomandang, Jenny baru selesai mandi dan berganti pakaian dan bersiap-siap untuk melaksanakan sholat magrib. Selesai sholat dia kembali terfikir pada Riko pacarnya yang berjanji akan datang ke Taman. Jenny semakin sedih karena sedikitpun tiada kabar dari Riko, bulir-bulir bulir bening mulai menetes dari sudut matanya. Cukup lama jenny berdiam diri bersimpuh di atas sajadah.
“Apakah aku ini yang bodoh?aku terlalu buta pada cinta  Riko. Tapi mengapa dia tega?Kenapa?”Jenny membathin.
Di luar masih terdengar tetesan hujan, namun tidak sederas sebelumnya. Jenny mengambil ponselnya dan matanya melotot setengah kaget dan gembira karena sebuah panggilan dari orang diharapkan. Namun, spontan Jenny tertegun memandangi layar ponselnya hatinya seakan berteriak dan egonya meminta untuk tidak menjawab panggilan itu. Di lain sisi hati kecilnya berbisik pelan untuk menyuruhnya menjawab panggilan itu. Jenny masih tertegun hingga 10 panggilan terjawab tertulis di layar ponselnya. Jenny menekan dadanya yang berdebar namun diputuskannya untuk me-reject panggilan itu. Hatinya menjerit, kepedihannya semakin kuat spontan Jenny melemparkan ponselnya ke kasur lalu gadis itu membenamkan wajahnya di bantal. Jenny menumpahkan tangisannya pada bantal seakan bantal bersampul merahnya itu teman curhatnya yang setia menemaninya ketika dia menangis. Kepedihan dan rasa sakit Jenny semakin membuncah ketika teringat dengan kenangan-kenangan indah pertama bertemu Riko.
Ketika itu pertama kali Jenny menginjakan kaki di Universitas, Jenny adalah salah satu mahasiswa yang masuk melalui jalur Pemilihan Bibit Unggul Daerah (PBUD). Jenny kebingungan mencari tempat daftar ulang dan pengantaran pormulir. Jenny ketika itu hanya seorang diri dengan sangat percaya diri menuju sebuah gedung yang ramai dengan orang, Jenny pun membuat kesimpulan bahwa itulah tempat pendaftarannya. Setelah sekian lama ngantri, akhirnya giliran Jenny menuju meja administrai. Jenny langsung menyerahkan berkasnya dan petugas itu memeriksa dan berkerut kening lalu menyuruh Jenni mendekat.
“Di sini UP2B untuk mendaftar ujian Toufle. Tempat pendaftaran di Puskom (Pusat Komunikasi)Tanya aja dengan security tetapi ada kok tulisan nya terpampang.”Ujar petugas itu menjelaskan. Jenny keluar dengan wajah malu diikuti puluhan pasang mata  memperhatikannya, tidak seorangpun dari mereka menwarkan bantuan.
 “Inilah buruknya generasi muda Indonesia yang katanya ramah dan suka menolong, tetapi di Universitas lingkungan pendidikan karakter mahasiswanya seperti ini?”Gumam Jenny sambil menyusuri trotoar jalan di bawah teriknya matahahari, setiap gedung yang ditemuinya Jenny meneliti dengan seksama tulisan yang terpampang di sana.
“Mau cari Puskom ya?”Tanya sebuah suara yang mengejutkan Jenny. Di sebelahnya seorang pria muda mengendarai motor Kawasaki Ninja merah tersenyum ramah.
“Oh..aku Riko. Tadi aku dengar kamu cari Puskom pas di UP2B, dan sorry tadi gak sempat ngasih petunjuk.”Ujar pria itu. Jenny seakan masih terpukau pada pria itu, keningnya berkerut dadanya berdebar entah mengapa.
“Kita udah di depan Puskom.”Pria menambahkan kemudian dia pergi memarkirkan motornya kemudian kembali menemui Jenny. Semenjak hari itu Riko merupakan mahasiswa semester 3 Ilmu Komunikasi menjadi teman dekat Jenny yang akhirnya ketika masuk semester 2 Riko resmi nembak Jenny di Taman Kampus dan mereka resmi pacaran.
Jenny menangis sejadi-jadinya, terlalu pahit kenangan dengan Riko harus dilupakan karena hubungan yang begitu indah dan harmonis mengapa harus berakhir menyakitka tanpa sebab. Jenny kembali Jenny tertegun namun dikejutkan dengan deringan ponselnya. Kali ini panggilan dari sahabatnya Nia.
“Jenny, kamu tidak apa-apa?”Terdengar suara Nia terburu-buru. Spontan tangis Jenny meledak seakan ingin menumpahkan kesedihannya pada sahabatnya.
“Jenny, yang tabah ya. Ridho  sekarang sedang dalam perjalanan menjemputmu.”Hibur Nia.
“Aku gak mau keluar, aku gak mau..”Sahut Jenny sesegukan.
“Jenny, apa Riko gak penting buat mu?”Tanya Nia lagi.
“Nia..aku gak kuat..Riko tega..”Sahut Jenny lalu menutup ponselnya. Jenny kembali menangis, namun dia dikejutkan dengan gedoran pintu.
“Jenny, ini aku, buka pintunya.”Akhirnya Jenny keluar dengan mata merah.
“Ada apa Ridho?aku gak mau pergi. Memangnya mau kemana?”Ujar Jenny lemas.
“Ke Rumah Sakit.”Jawab Rido singkat.
“Ngapain?”Jenny mulai was-was dan kuatir.
“Riko..Riko sekarat…maksud aku Riko kecelakaan di Fly Over pukul 17.45 WIB tadi. Aku baru tau pas magrib.”Ridho terbata-bata.
“Kecelakaan?”Ucap Jenny lemas dan langsung terduduk di lantai. Dunia seakan menjadi gelap, b lampu-lampu padam, suara-suara menghilang kini yang Jenny rasakan berada disebuah ruang sempit tanpa cahaya.
“Kau gilak. Kau pasti bohon kan?”Tanya Jenny tiba-tiba.
“Aku serius, Jen..”Jawab Ridho.
“Kau bohong, tadi magrib dia menelfonku hingga 10 x, kau bohong…”Ujar Jenny dengan isak tangis mulai keras. Ridho tertegun memandangi layar ponselnya.
“Nia SMS…ini.”Ridho memberikan ponselnya pada Jenny.
“Ridho meninggal….”Bagai petir menyambar, Jenny ambruk jatuh ke lantai dan gadis itu sudah tidak sadarkan diri.
Ke esokan harinya Jenny ikut mengantarkan jenazah Riko ke tempat peristirahatannya yang terakhir. Jenny masih tidak percaya bahwa tubuh yang terbungkus dengan jas hitam, terbaring di peti mati dengan wajah pucat itu adalah Riko orang selama tiga tahun lebih bersamanya. Hubungan Jenny dengan Riko sangat harmonis meskipun mereka berbeda keyakinan. Beribu sesal seakan bagaikan batu besar yang tajam mengganjal di hati Jenny. Penyesalan Jenny yang tiada berguna itu semakin besar ketika mengetahui dari dokter yang merawat Riko bahwa Riko memohon untuk minta izin menelfon seseorang yang ternyata Jenny.
“Aku bodoh…aku bodoh…aku benci diriku..”Isak Jenny menangi sambil memeluk erat foto Riko. Tiba-tiba dia teringat dengan voice mail yang belum dia buka, Jenny menguatkan dirinya dan dengan bissmillah gadis itu mendengarkan voice mail itu.
“Jenny, maaf..aku tidak bisa datang..jaga dirimu..”Suara yang sangat tidak asing itu begitu jelas dan ponsel Jenny pun jatuh ke lantai.
“Riko……………………!!!”Teriak Jenny seakan orang yang hilang ingatan.

"Sebuah hubungan yang sudah terjalin dengan saling mempercayai dan tanpa adanya kecurigaan akan mampu bertahan lama. Cinta yang benar-benar  tulus akan abadi hingga akhir hayat namun tak lepas dari itu hanya Tuhan yang mengaturnya. Percayalah pada orang  yang kamu cintai, jauhkan ego agar tidak berakhir pada penyesalan."



Tidak ada komentar:

Posting Komentar