Flag Counter

Rabu, 03 April 2013

Makalah tentang Pengamalan Pancasila dalam Kehidupan Bernegara


BAB I
PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang
 Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum yang ada di Negara Kesatuan Republik Indonesia, merupakan Maha karya pendahulu bangsa yang tergali dari jati diri dan nilai-nilai adi luhur bangsa yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Dengan berbagai kajian ternyata didapat beberapa kandungan dan keterkaitan antara sila tersebut sebagai sebuah satu kesatuan yang tidak bisa di pisahkan dikarenakan antar sila tersebut saling menjiwai satu dengan yang lain. Ini dengan sendirinya menjadi ciri khas dari semua kegiatan serta aktivitas desah nafas dan jatuh bangunnya perjalanan sejarah bangsa yang telah melewati masa-masa sulit dari jaman penjajahan sampai pada saat mengisi kemerdekaan.
Ironisnya bahwa ternyata banyak sekarang warga Indonesia sendiri lupa dan sudah asing dengan pancasila itu sendiri. Ini tentu menjadi tanda tanya besar kenapa dan ada apa dengan kita sebagai anak bangsa yang justru besar dan mengalami pasang surut masalah negari ini belum bisa mengoptimalkan tentang pengamalan nilai-nilai Pancasila tersebut. Terlebih lagi saat ini dengan jaman yang disepakati dengan nama Era Reformasi yang terlahir dengan semangat untuk mengembalikan tata negara ini dari penyelewengan-penyelewengan sebelumnya.
Arah dan tujuan reformasi yang utama adalah untuk menanggulangi dan menghilangkan dengan cara mengurangi secara bertahap dan terus-menerus krisis yang berkepanjangan di segala bidang kehidupan, serta menata kembali ke arah kondisi yang lebih baik atas system ketatanegaraan Republik Indonesia yang telah hancur, menuju Indonesia baru. Pada masa sekarang arah tujuan reformasi kini tidak jelas juntrungnya walaupun secara birokratis, rezim orde baru telah tumbang namun, mentalitas orde baru masih nampak disana-sini. Sedangkan pancasila adalah sebagai ideologi bangsa Indonesia yang merupakan hasil dari penggabungan dari nilai-nilai luhur yang berasal dari akar budaya masyarakat Indonesia. Sebagai sebuah ideologi politik, Pancasila bisa bertahan dalam menghadapi perubahan masyarakat, tetapi bisa pula pudar dan ditinggalkan oleh pendukungnya. Hal itu tergantung pada daya tahan ideologi tersebut. Ideologi akan mampu bertahan dalam menghadapi perubahan masyarakat bila mempunyai tiga dimensi. Ketiga dimensi antara lain sebagai berikut meliputi :
 1) Idealisme, yaitu kadar atau kualitas idealisme yang terkandung di dalam ideologi atau nilai- nilai dasarnya. Kualitas itu menentukan kemampuan ideologi dalam memberikan harapan kepada berbagai masyarakat untuk mempunyai atau membina kehidupan bersama secara lebih baik dan untuk membangun suatu masa depan yang lebih cerah.
2) Realita, menunjuk pada kemampuna ideologi untuk mencerminkan realita yang hidup dalam masyarakat dimana ia muncul untuk pertama kalinya, paling kurang realita pada saat awal kelahirannya.
3) Fleksibilitas, yaitu kemampuan ideologi dalam mempengaruhi dan sekaligus menyesuaikan diri dengan pertumbuhan atau perkembangan masyarakatnya. Mempengaruhi berarti ikut mewarnai proses perkembangan. Sedangkan Menyesuaikan diri berarti bahwa masyarakat berhasil menemukan tafsiran-tafsiran terhadap nilai-nilai dasar dari ideologi sesuai dengan realita-realita baru yang muncul dan mereka hadapi.
Maka dari itu pancasila sebagai ideologi haruslah mempunyai dimensibilitas agar substansi-substansi pokok yang dikandungnya tidak lekang dimakan waktu. Pada masa reformasi yang dimulai dari tahun 1998 hingga masa sekarang, orang-orang mulai menanyakan revelansi dari pancasila untuk menjawab segala tantangan zaman terlebih lagi di era globalisasi seperti sekarang ini. Maka Pancaila menurut saya mutlak masih diperlukan.





1.2 Perumusan Masalah
1. Sejauh mana relevansi untuk pengamalan nilai-nilai pancasila di era Reformasi ini?
2. Apakah Pancasila bisa menjadi tolak ukur untuk kita kembali atau bahkan meninggalkan nilai luhur bangsa Indonesia?

1.3 Landasan Teori
Tampaknya kita perlu bercermin pada kehidupan bangsa-bangsa yang taat dan konsisten terhadap ideologi yang diciptakannya. Bagaimana masyarakat Jepang masih menjunjung tinggi semangat dan nilai-nilai restorasi Meiji, sehingga mereka selalu bekerja keras dalam membangun harga diri bangsanya. Rakyat AS mengaplikasikan ideologi kebebasan sebagai spirit masyarakat, sehingga terwujud kompetisi yang sehat dalam membangun bangsanya.
 Kondisi objektif negeri besar yang bernama Indonesia ini, sesungguhnya amat rentan. Memang Indonesia adalah negara besar, berbeda dengan negara lain yang mana pun. Ini perlu dicamkan, bukan untuk menggalang rasa chauvinistis atau kesombongan, tetapi justru untuk membangun kesadaran bertanggungjawab yang rendah hati bagi seluruh rakyatnya. Apabila kita melihat negeri ini “cuma” seperti Singapura, Taiwan, atau Korea Selatan, tanpa maksud mengecilkan keberhasilan mereka, akibatnya bangsa ini bisa salah jalan dalam usaha mencari terapi krisis multi dimensi yang melilitnya. Indonesia besar bukan hanya dalam angka-angka statistik, seperti jumlah penduduk. Atau luas negara yang meliputi hampir seluruh Eropa, atau pantai terpanjang di dunia, dan seterusnya. Tetapi, ia juga besar di dalam skala jumlah permasalahan mendasar yang harus dihadapi setiap saat. Artinya, sewaktu-waktu bisa muncul, bahkan meletup dalam besaran yang sulit diduga, yang mengancam persatuan-kesatuan bangsa. Riset Douglas E. Ramage dalam ”Politics in Indonesia: Democracy, Islam and Ideology of Tolerance” (1995) mengungkapkan, bahwa Indonesia adalah negara yang terlalu meributkan masalah ideologi. Indonesia, terutama para elitenya, sangat peka terhadap masalah ideologi sehingga seringkali terpenjara dalam polemik tak berkesudahan. Namun, meski permasalahan elementer itu begitu besarnya, sejarah telah membuktikan bangsa ini mampu mengatasinya dengan tangan sendiri. Falsafah kita Pancasila dan selalu ingin memelihara semangat gotong- royong serta mengedepankan mufakat dalam musyawarah, tetapi kita seringkali suka melakukan rekayasa. Setelah hampir 62 tahun merdeka, telah muncul tantangan terhadap Pancasila, karena kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sudah semakin kompleks. Ini berarti perlu dicari bentuk-bentuk baru, suatu relasi sosial ke masa depan yang lebih baik.
Dalam situasi seperti ini, tepat kiranya apa yang disampaikan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X ketika membuka Seminar Nasional ”Kapasitas Pancasila dalam Menghadapi Krisis Multidimensi” (LPPKB, 2003), bahwa pengamalan nilai-nilai Pancasila sebagai semen perekat persatuan-kesatuan bangsa menjadi teramat penting. Karena Pancasilalah yang harus menjadi sumber sekaligus landasan dan perspektif dari persatuan-kesatuan bangsa. Dengan landasan Pancasila itu pula, maka usaha untuk lebih memperkokoh rasa persatuan-kesatuan bangsa memperoleh landasan spiritual, moral dan etik, yang bersumber pada kepercayaan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa.
 Sejalan dengan paham kebangsaan, kita juga menentang segala macam bentuk eksploitasi, penindasan oleh satu bangsa terhadap bangsa lainnya, oleh satu golongan terhadap golongan lain, dan oleh manusia terhadap manusia lain, bahkan oleh penguasa terhadap rakyatnya. Sebab Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab mengajarkan untuk menghormati harkat dan martabat manusia dan menjamin hak-hak azasi manusia. Semangat persatuan- kesatuan kita menentang segala bentuk separatisme, baik atas dasar kedaerahan, agama maupun suku, sebab Sila PersatuanIndonesia memberikan tempat pada kemajemukan dan sama sekali tidak menghilangkan perbedaan alamiah dan keragaman budaya etnik. Oleh sebab itu, bangsa ini harus menentang perilaku membakar, menjarah, menganiaya, memperkosa dan tindak kebrutalan lainnya yang mengarah ke anarkisme, serta berdiri di depan memberantas KKN tanpa membeda- bedakan partai, golongan, agama, ras, atau pun etnik. Semangat untuk tetap bersatu juga berakar pada azas
Kedaulatan yang berada di tangan Rakyat, serta menentang segala bentuk feodalisme dan kediktatoran oleh mayoritas maupun minoritas. Karena kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan mendambakan terwujudnya masyarakat yang demokratis, dan oleh karenanya, juga merupakan gerakan massa yang demokratis. Kecenderungan munculnya tirani mayoritas melalui aksi massa, hendaknya dikendalikan dan diarahkan, agar tidak merusak sendi- sendi persatuan-kesatuan bangsa. Jiwa persatuan-kesatuan juga mencita-citakan perwujudan masyarakat yang adil dan makmur, karena dituntun oleh Sila Keadilan Sosial bagi seluruh RakyatIndonesia. Semangat persatuan-kesatuan yang dijiwai oleh Pancasila itu adalah nilai-nilai


BAB II
 PEMBAHASAN
           
2. 1 Sejarah dan Perkembangan Reformasi
Reformasi bergulir di Indonesia dengan di motori oleh mahasiswa dan tokoh-tokoh bangsa ini yang merasa bahwa krisis yang melanda negara ini di awali dari krisis ekonomi ternyata telah membawa kita pada krisis yang lebih besar seperti krisis politik, kepemimpinan dan akhirnya pada suksesi atau pergantian kepemimpinan secara nasional. Tentu telah banyak korban yang berguguran dalam proses reformasi tersebut semisal contoh mahasiswa trisakti yang menjadi korban dalam tragedi semanggi I-II, kerusuhan masa yang anakis dan rutal dengan melakukan penjarahan, pemerkosaan, pengerusakan fasilitas-fasilitas umum di Jakarta, solo, Medan, dan kota-kota lain di Indonesia. Semangat dan jiwa reformasi yang digulirkan menjadi kacau dan tidak tentu arah dan justru malah menodai nilai dan tujuannya sendiri. Tentu ini menjadi tanda tanya besar ketika semangat untuk meluruskan dan mengembalikan tatanan negara ini menjadi lebih baik justru di lapangan justru kita temui hal yang kontraproduktif
 Salah satu tujuan reformasi dibidang politik dan hukum adalah mengembalikan UUD 1945 dan pancasila sebagai falsafah dasar kehidupan bangsa dan negara. Kita dapat mengetahui dengan seksama bahwa dalam pelaksanaan UUD 1945 dan pancasila dalam masa orma dan orba terjadi deviasia/ penyimpangan oleh oknum-oknum penyelenggara pemerintah. Sehingga dalam pelaksanaan berpolitik dan berpemerintahan hanya menjadi senjata dan dalil pembenaran dari semua tujuan penguasa untuk melanggengkan dan menikmati kekuasaan sehingga muncul pemerintahan yang lalu seperti otoliter obsolud, terpimpin dan kolusi untuk korupsi dan nepotisme dalam kekuasaan.
Ini tentu tidak mudah untuk membuat sebuah latar balik dan mengembalikan semangat seperti awalnya memerdekaan bangsa ini. Kekuasaan penuh dan perilaku birokrasi yang sistematis membuat apa yang mereka lakukan seolah selalu benar dan tidak ada penyimpangan dari nilai dan norma yang terkandung dalam pancasila. Butuh waktu dan sebuah generasi yang solid untuk dapat menempatkan kembali roh dan semangat pancasilaisme terutama pada generasi yang sekarang ini. Lebih lagi jumlah materi dan pedoman tentang pancasila sudah sangat jauh terkurang baik dimasyarakat umum maupun lembaga – lembaga pendidikan yang sebenarnya mempunyai peranan penting dan vital dalam menanamkan doktrin ideologi pancasila serta nilai – nilai yang terkandung untuk dapat di amalkan dalam kehidupan sehari – hari.
Dulu setiap sekolah dan kelompok organisasi selalu di wajibkan untuk mengikuti Penataran Pelaksanaan Pengamalan Pancasila ( P4) dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi, dari kelompok karang Taruna Desa sampai Pejabat negara. Secara lahirlah ini perlu ditingkatkan dan memang itu semua sebagai cara memberikan pendoktrinisasi anak bangsa untuk lebih mengerti dalam melaksanakan pancasila. Hanya saja satu materi dan doktrinisasi yang harus dibuat lagi seperti yang dulu yang hanya untuk tujuan dan kapentingan penguasa negara dengan single mayority atau stabilitas nasional dalam arti semu.
Satu kata kunci yang sekarang menjadi asing sudah luntur dari kita sebagai bangsa adalah pancasila sebagai ideologi NKRI. Dapat kita ketahui bersama dari uraian dan penjabaran Pancasila dalam strategi Politik Nasional, Ali Murtopo. CSIS, 1947 Hal 173 dapat kita ambil garis besar sebagai berikut :
1. Sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung pengertian bahwa negara adalah berdasar dan percaya pada tuhan yang maha esa dengan kewajiban setiap warganya mengkui adanya Tuhan.
 2. Sila kedua, Kemanusian Yang Adil dan Beradab, mengandung pengertian dan pengakuan akan penghargaan terhadap sesama manusia lepas dari asal usul, keyakinan, ras, serta pandangan politik adalah sama.
3. Sila ketiga, Persatuan Indonesia, mengandung arti sesuai dengan pernyataan kemerdekaan angsa di maknakan sebagai pengertian kesatuan dan bangs ini adalah satu dengan mengatasi paham perseorangan dan golongan dalam satu NKRI.
4. Sila keempat, Kerakyatan yang Dipimpin olah Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan / Perwakilan, mengandung arti bahwa demokrasi bangsa Indonesia bukan Demokrasi bangsa indonesia bukan demokrasi yang menitikberatkan pada kepentingan individu, namun pada pelaksanaan demokrasi pancasila yang mengikutsertakan semua golongan dengan jalan musyawarah untuk mufakat.
5. Sila kelima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, mengandung arti bahwa golongan kemasyarakatan harus disusun sedemikian rupa sehingga tidak ada golongan yang menekan golongan lain dan mendapat perlakuan yangadildalam bekerja, hidup tertib, tentram dan layak.
  Bila kita bangga sebagai bangsa Indonesia yang mempunyai jati diri sebagai angsa maka kita harus pada nilai – nilai dasar yang harus kita pegang teguh bersama. Terlebih lagi pada saat ini kita hidup di jaman reformasi yang seharusnya justru kita mengembalikan nilai – nilai dasar negara kita. Nilai – nilai dasar tersebut adalah :
a. Pancasila sebagai landasan dan falsafah hidup bangsa yang tumbuh dari dasar bumi indonesia. Tidak ada yang keliru dari pancasila yang di dalamnya termuat lima nilai dasar universal yaitu: believe in god, nationalisme, internasionalisme, democracy, and social justice. Kelima dasar ini harus menjadi paradigma baru yang ada dalam ruh hati yang paling dalam serta jangan pernah hilang kapan pun, dimanapun, dan bagaiamanapun.
b. Tujuan NKRI, bagai sebuah kapal tentu negara ini punya tujuan yang tidak boleh digoyah dan wajib untuk tetap diamankan sebagaimana dapat kita lihat dalam pembukaan UUD 45 yaitu melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidu[pan bangsa dan ikut melaksanakan ketertibn dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan social. . Bineka tunggal ika, adalah semangat untuk menakomodasi peredaan dan kemajemukan bangsa tetap dalam kerangka NKRI dan justru sebagai sebuah khasanah serta aset nasional memperkukuh integrasi bangsa.
c. Reformasi, semangat untuk tetap mereformasi dengan sifat untuk menyempurnakan dari kekurangan bangsa serta dengan konsep, agenda yang jelas didukung kerja keras semua komponen bangsa untuk memajukan dan memberikan sumbangsih serta semangat untuk rela berkorban demi bangsa ini.
d. Ada sebuah seni yang sederhana dalam kita memulai semangat pengamalan nilai-nilai
pancasila yakni tiga M seperti :
1. mulai dari diri sendiri, adalah mimpi bisa mengubah apapun dengan baik tanpa diawali perubahan pada diri kita sendiri, memperbaiki diri sendiri berarti memulai segalanya.
2. mulai dari hal kecil-kecil, tidak ada prestasi yang besar kecuali rangkaian prestasi
kecil yang mudah dan dapat kita laksanakan dengan niat dan jalan yang baik.
3. mulai sekarang juga, janganlah menunda pekerjaaan yang bisa kita lakukan sekarang karena terlambat dalam kita menjalankan tugas hanya berakibat menambah persoalan semakin banyak saja.

2 2 Peran Pancasila Dalam Reformasi

a. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi
Negara Indonesia ingin mengadakan suatu perubahan, yaitu menata kembali kehidupan berbangsa dan bernegara demi terwujudnya masyarakat madani yang sejahtera, masyarakat yang bermartabat kemanusiaan yang menghargai hak-hak asasi manusia, masyarakat yang demokratis yang bermoral religius serta masyarakat yang bermoral kemanusiaan dan beradab.
 Pada hakikatnya reformasi adalah mengembalikan tatanan kenegaraan kearah sumber nilai yang merupakan platform kehidupan bersama bangsa Indonesia, yang selama ini diselewengkan demi kekuasaan sekelompok orang, baik pada masa orde lama maupun orde baru. Proses reformasi walaupun dalam lingkup pengertian reformasi total harus memiliki platform dan sumber nilai yang jelas dan merupakan arah, tujuan, serta cita-cita yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Reformasi itu harus memiliki tujuan, dasar, cita-cita serta platform yang jelas dan bagi bangsa Indonesia nilai-nilai Pancasila itulah yang merupakan paradigma reformasi total tersebut1. Gerakan Reformasi
Pelaksanaan GBHN 1998 pada Pembangunan Jangka Panjang II Pelita ke tujuh bangsa Indonesia menghadapi bencana hebat, yaitu dampak krisis ekonomi Asia terutama Asia Tenggara sehingga menyebabkan stabilitas politik menjadi goyah. Sistem politik dikembangkan kearah sistem “Birokratik Otoritarian” dan suatu sistem “Korporatik”. Sistem ini ditandai dengan konsentrasi kekuasaan dan partisipasi didalam pembuatan keputusan-keputusan nasional yang berada hampir seluruhnya pada tangan penguasa negara, kelompok militer, kelompok cerdik cendikiawan dan kelompok pengusaha oligopolistik dan bekerjasama dengan mayarakat bisnis internasional.
Awal keberhasilan gerakan reformasi tersebut ditandai dengan mundurnya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998, yang kemudian disusul dengan dilantiknya Wakil Presiden Prof. Dr. B.J. Habibie menggantikan kedudukan Presiden. Kemudian diikuti dengan pembentukan Kabinet Reformasi Pembangunan. Pemerintahan Habibie inilah yang merupakan pemerintahan transisi yang akan mengantarkan rakyat Indonesia untuk melakukan reformasi secara menyeluruh, terutama perubahan paket UU politik tahun 1985, kemudian diikuti dengan reformasi ekonomi yang menyangkut perlindungan hukum. Yang lebih mendasar reformasi dilakukan pada kelembagaan tinggi dan tertinggi negara yaitu pada susunan DPR dan MPR, yang dengan sendirinya harus dilakukan melalui Pemilu secepatnya.
 Gerakan Reformasi dan Ideologi Pancasila
Arti Reformasi secara etimologis berasal dari katar eform ation dengan akar katar eform yang artinya “make or become better by removing or putting right what is bad or wrong”. Secara harfiah reformasi memiliki arti suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat. Oleh karena itu suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpanganpenyimpangan. Misalnya pada masa orde baru, asas kekeluargaan menjadi nepotisme, kolusi, dan korupsi yang  tidak sesuai dengan makna dan semangat UUD 1945.
2. Suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang jelas (landasan ideologis) tertentu. Dalam hal ini Pancasila sebagai ideology bangsa dan negara Indonesia.
3. Suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasarkan pada suatu kerangka struktural tertentu (dalam hal ini UUD) sebagai kerangka acuan reformasi.
4. Reformasi dilakukan ke arah suatu perubahan kondisi serta keadaan yang lebih baik dalam segala aspek antara lain bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, serta kehidupan keagamaan.
5. Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etika sebagai manusia yang berketuhanan
yang maha esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.

b.Pancasila sebagai Dasar Cita-cita Reformasi
Menurut Hamengkubuwono X, gerakan reformasi harus tetap diletakkan dalam kerangka perspektif Pancasila sebagai landasan cita-cita dan ideology sebab tanpa adanya suatu dasar nilai yang jelas maka suatu reformasi akan mengarah pada suatu disintegrasi, anarkisme,brutalisme pada akhirnya menuju pada kehancuran bangsa dan negara Indonesia. Maka reformasi dalam perspektif Pancasila pada hakikatnya harus berdasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pancasila sebagai sumber nilai memiliki sifat yang reformatif artinya memiliki aspek pelaksanaan yang senantiasa mampu menyesuaikan dengan dinamika aspirasi rakyat. Dalam mengantisipasi perkembangan jaman yaitu dengan jalan menata kembali kebijaksanaan- kebijaksanaan yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat.
c. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Hukum
Setelah peristiwa 21 Mei 1998 saat runtuhnya kekuasaan orde baru, salah satu subsistem yang mengalami kerusakan parah adalah bidang hukum. Produk hukum baik materi maupun penegaknya dirasakan semakin menjauh dari nilai-nilai kemanusiaan, kerakyatan serta keadilan.
Kerusakan atas subsistem hukum yang sangat menentukan dalam berbagai bidang misalnya, politik, ekonomi dan bidang lainnya maka bangsa Indonesia ingin melakukan suatu reformasi, menata kembali subsistem yang mengalami kerusakan tersebut.
d.  Pancasila sebagai Sumber Nilai Perubahan Hukum
Dalam negara terdapat suatu dasar fundamental atau pokok kaidah yang merupakan sumber hukum positif yang dalam ilmu hukum tata negara disebutstaatsfundamental, di Indonesia tidak lain adalah Pancasila.
Hukum berfungsi sebagai pelayanan kebutuhan masyarakat, maka hukum harus selalu diperbarui agar aktual atau sesuai dengan keadaan serta kebutuhan masyarakat yang dilayani dan dalam pembaruan hukum yang terusmenerus tersebut Pancasila harus tetap sebagai kerangka berpikir, sumber norma, dan sumber nilai.
 Sebagai cita-cita hukum, Pancasila dapat memenuhi fungsikonstitutif maupun fungsi regulatif. Dengan fungsi regulatif Pancasila menentukan dasar suatu tata hukum yang memberi arti dan makna bagi hukum itu sendiri sehingga tanpa dasar yang diberikan oleh Pancasila maka hukum akan kehilangan arti dan maknanya sebagai hukum itu sendiri. Fungsi regulative Pancasila menentukan apakah suatu hukum positif sebagai produk yang adil ataukah tidak adil. Sebagaistaatfundamentalnorm, Pancasila merupakan pangkal tolak derivasi (sumber penjabaran) dari tertib hukum di Indonesia termasuk UUD 1945. Dalam pengertian inilah menurut istilah ilmu hukum disebut sebagai sumber dari segala peraturan perundang-undangan di Indonesia.
Sumber hukum meliputi dua macam pengertian, sumber hukum formal yaitu sumber hukum ditinjau dari bentuk dan tata cara penyusunan hukum, yang mengikat terhadap komunitasnya, misalnya UU, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah. Sumber hukum material yaitu suatu sumber hukum yang menentukan materi atau isi suatu norma hukum.
Jika terjadi ketidakserasian atau pertentangan satu norma hukum dengan norma hukum lainnya yang secara hierarkis lebih tinggi apalagi dengan Pancasila sebagai sumbernya, berarti terjadi inkonstitusionalitas(unconstitutiona lit y) dan ketidak legalan(illegal ity) dan karenanya norma hokum yang lebih rendah itu batal demi hukum.
 Dengan demikian maka upaya untuk reformasi hukum akan benar-benar mampu mengantarkan manusia ketingkat harkat dan martabat yang lebih tinggi sebagai makhluk yang berbudaya dan beradab Dasar Yuridis Reformasi Hukum
Reformasi total sering disalah artikan sebagai dapat melakukan perubahan dalam bidang apapun dengan jalan apapun. Jika demikian maka kita akan menjadi bangsa yang tidak beradab, tidak berbudaya, masyarakat tanpa hukum, yang menurutHobbes disebut keadaan“homo homini lupus”, manusia akan menjadi serigala manusia lainnya dan hukum yang berlaku adalah hukum rimba.
UUD 1945 beberapa pasalnya dalam praktek penyelenggaraan Negara bersifat multi interpretable (penafsiran ganda), dan memberikan porsi kekuasaan yang sangat besar kepada presiden (executive heavy). Akibatnya memberikan kontribusi atas terjadinya krisis politik serta mandulnya fungsi hukum dalam negara RI.
Berdasarkan isi yang terkandung dalam Penjelasan UUD 1945, Pembukaan UUD 1945 menciptakan pokok-pokok pikiran yang dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945 secara normatif. Pokok-pokok pikiran tersebut merupakan suasana kebatinan dari UUD dan merupakan cita-cita hukum yang menguasai baik hukum dasar tertulis (UUD 1945) maupun hukum dasar tidak tertulis (Convensi).
Selain itu dasar yuridis Pancasila sebagai paradigma reformasi hokum adalah Tap MPRS No.XX/MPRS/1966 yang menyatakan bahwa Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, yang berarti sebagai sumber produk serta proses penegakan hukum yang harus senantiasa bersumber pada nilai-nilai Pancasila dan secara eksplisit dirinci tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila.
 Berbagai macam produk peraturan perundang-undangan yang telah dihasilkan dalam reformasi hukum antara lain :
- UU No. 2 Tahun 1999 tentang Partai Politik
- UU No. 3 Tahun 1999 tentang Pemilu
- UU No. 4 Tahun 1999 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD
- UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
- UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN
 Pada tingkatan Ketetapan MPR telah dilakukan reformasi hukum melalui Sidang Istimewa MPR pada bulan Nopember 1998 yang menghasilkan ketetapan-ketetapan:
- Tap No. VIII/MPR/1998 tentang Pencabutan Referendum
- Tap No. IX/MPR/1998 tentang GBHN
- Tap No. X/MPR/1998 tentang Pokok-pokok Reformasi Pembangunan
- Tap No. XI/MPR/1998 tentang Negara bebas KKN
- Tap No. XII/MPR/1998 tentang Masa jabatan Presiden
- Tap No. XIV/MPR/1998 tentang Pemilu 1999
- Tap No. XV/MPR/1998 tentang Otonomi Daerah dan Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah
- Tap No. XVI/MPR/1998 tentang Demokrasi Ekonomi
- Tap No. XVII/MPR.1998 tentang Hak asasi Manusia
- Tap No. XVIII/MPR/1998 tentang Pencabutan P4.
Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Pelaksanaan Hukum
Dalam era reformasi pelaksanaan hukum harus didasarkan pada suatu nilai sebagai landasan operasionalnya. Reformasi pada dasarnya untuk mengembalikan hakikat dan fungsi negara pada tujuan semula yaitu melindungi seluruh bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia. Negara pada hakikatnya secara formal harus melindungi hak-hak warganya terutama hak kodrat sebagai suatu hak asasi yang merupakan karunia Tuhan YME. Oleh karena itu pelanggaran terhadap hak asasi manusia adalah sebagai pengingkaran terhadap dasar filosofis negara misalnya pembungkaman demokrasi, penculikan, pembatasan berpendapat berserikat, berunjuk rasa dan lain sebagainya.
Pelaksanaan hukum pada masa reformasi harus benar-benar dapat mewujudkan negara demokrasi dengan suatu supremasi hukum. Artinya pelaksanaan hukum harus mampu mewujudkan jaminan atas terwujudnya keadilan (sila V) dalam suatu negara yaitu keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi setiap warga negara tidak memandang pangkat, jabatan, golongan, etnisitas maupun agama. Setiap warga negara bersamaan kedudukannya di muka hukum dan pemerintah (pasal 27 UUD 1945). Jaminan atas terwujudnya keadilan bagi setiap warga negara dalam hidup bersama dalam suatu negara yang meliputi seluruh unsur keadilan baik keadilan distributif, keadilan komulatif, serta keadilan legal. Konsekuensinya dalam pelaksanaan hukum aparat penegak hukum terutama pihak kejaksaan adalah sebagai ujung tombaknya sehingga harus benar-benar bersih dari praktek KKN.
e. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Politik
Arus reformasi yang terjadi di Indonesia telah membawa cakrawala baru dalam sistem politik dan pemerintahan di Indonesia yang cenderung bersifat stagnan. Oleh karena itu, perubahan yang terjadi dipandang sebagai suatu langkah baru menuju terciptanya Indonesia baru di masa depan dengan dasar - dasar efisiensi dan demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Secara internal, tuntutan reformasi muncul akibat terjadinya peningkatan berbagai aspek kehidupan masyarakat yang ditandai oleh meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat, terbukanya berbagai isolasi serta akses informasi yang mudah diperoleh. Kondisi ini telah menyebabkan masyarakat semakin kritis dalam mencermati pengelolaan kekuasaan Negara yang dianggap telah menyimpang.
Landasan aksiologis (sumber nilai) sistem politik Indonesia adalah dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV yang berbunyi “……maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang Berkedaulatan Rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang Dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Jika dikaitkan dengan makna alinea II tentang cita-cita negara dan kemerdekaan yaitu demokrasi (bebas, bersatu, berdaulat, adil dan makmur). Dasar politik ini menunjukkan kepada kita bahwa bentuk dan bangunan kehidupan masyarakat yang bersatu (sila III), demokrasi (sila IV), berkeadilan dan berkemakmuran (sila V) serta negara yang memiliki dasar-dasar moral
ketuhanan dan kemanusiaan. Nilai demokrasi politik sebagaimana terkandung dalam Pancasila sebagai fondasi bangunan negara yang dikehendaki oleh para pendiri negara kita dalam kenyataannya tidak dilaksanakan berdasarkan suasana kerokhanian berdasarkan nilai-nilai tersebut. Berdasarkan semangat dari UUD 1945 esensi demokrasi adalah :
1. Rakyat merupakan pemegang kedaulatan tertinggi dalam Negara . Kedaulatan rakyat dijalankan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.
2. Presiden dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan karenanya
harus tunduk dan bertanggungjawab kepada MPR.
3. Produk hukum apapun yang dihasilkan oleh Presiden, baik sendiri maupun bersama-sama lembaga lain kekuatannya berada di bawah Majelis Permusyawatan Rakyat atau produk- produknya.
Prinsip-prinsip demokrasi tersebut bilamana kita kembalikan pada nilai esensial yang terkandung dalam Pancasila maka kedaulatan tertinggi Negara adalah di tangan rakyat. Rakyat adalah asal mula kekuasaan negara, oleh karena itu paradigma ini harus merupakan dasar pijakan dalam reformasi. Reformasi kehidupan politik juga dilakukan dengan meletakkan cita-cita kehidupan kenegaraan dan kebangsaan dalam suatu kesatuan waktu yaitu nilai masa lalu, masa kini dan kehidupan masa yang akan datang. Atas dasar inilah maka pertimbangan realistik sebagai unsur yang sangat penting yaitu dinamika kehidupan masyarakat, aspirasi serta tuntutan masyarakat yang senantiasa berkembang untuk menjamin tumbuh berkembangnya demokrasi di Negara Indonesia. karena faktor penting demokrasi dalam suatu negara adalah partisipasi dari seluruh warganya. Dengan sendirinya kesemuanya ini harus diletakkan dalam kerangka nilai- nilai yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri sebagai filsafat hidupnya yaitu nilai-nilai Pancasila.




f. Pancasila sebagai Paradigma Reformasi Ekonomi
Kebijaksanaan yang selama ini diterapkan hanya mendasarkan pada pertumbuhan dan mengabaikan prinsip nilai kesejahteraan bersama seluruh bangsa, dalam kenyataannya hanya menyentuh kesejahteraan sekelompok kecil orang bahkan penguasa. Pada era ekonomi global dewasa ini dalam kenyataannya tidak mampu bertahan. Krisis ekonomi yang terjadi di dunia dan melanda Indonesia mengakibatkan ekonomi Indonesia terpuruk, sehingga kepailitan yang diderita oleh para pengusaha harus ditanggung oleh rakyat.
Dalam kenyataannya sektor ekonomi yang justru mampu bertahan pada masa krisis dewasa ini adalah ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang berbasis pada usaha rakyat. Oleh karena itu subsidi yang luar biasa banyaknya pada kebijaksanaan masa orde baru hanya dinikmati oleh sebagian kecil orang yaitu sekelompok konglomerat, sedangkan bilamana mengalami kebangkrutan seperti saat ini rakyatlah yang banyak dirugikan. Oleh karena itu rekapitalisasi pengusaha pada masa krisis dewasa ini sama halnya dengan rakyat banyak
membantu pengusaha yang sedang terpuruk.
Langkah yang strategis dalam upaya melakukan reformasi ekonomi yang berbasis pada ekonomi rakyat yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila yang mengutamakan kesejahteraan seluruh bangsa adalah sebagai berikut :
1. Keamanan pangan dan mengembalikan kepercayaan, yaitu dilakukan dengan program
“social safety net” yang popular dengan program Jaring Pengaman Sosial (JPS).
Sementara untuk mengembalikan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah, maka pemerintah harus secara konsisten menghapuskan KKN, serta mengadili bagi oknum pemerintah masa orde baru yang melakukan pelanggaran. Hal ini akan memberikan kepercayaan dan kepastian usaha.
2. Program rehabilitasi dan pemulihan ekonomi. Upaya ini dilakukan dengan menciptakan kondisi kepastian usaha, yaitu dengan diwujudkan perlindungan hukum serta undang-undang persaingan yang sehat. Untuk itu pembenahan dan penyehatan dalam sektor perbankan menjadi prioritas utama, karena perbankan merupakan jantung perekonomian.
3. Transformasi struktur, yaitu guna memperkuat ekonomi rakyat maka perlu diciptakan sistem untuk mendorong percepatan perubahan structural (structural transformation). Transformasi struktural ini meliputi proses perubahan dari ekonomi tradisional ke ekonomi modern, dari ekonomi lemah ke ekonomi yang tangguh, dari ekonomi subsistem ke ekonomi pasar, dari ketergantungan kepada kemandirian, dari orientasi dalam negeri ke orientasi ekspor.
Dengan sendirinya intervensi birokrat pemerintahan yang ikut dalam proses ekonomi melalui monopoli demi kepentingan pribadi harus segera diakhiri. Dengan sistem ekonomi yang mendasarkan nilai pada upaya terwujudnya kesejahteraan seluruh bangsa maka peningkatan kesejahteraan akan dirasakan oleh sebagian besar rakyat, sehingga dapat mengurangi kesenjangan ekonomi.



BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
a. Kesimpulan
1. Bahwa pancasila sebagai dasar falsafah dan pandangan hidup serta sumber dari semua sumber hukum adalah warisan hukum yang digali dari nilai budaya, adat serta kepribadian bangsa.
2. Tidak ada yang salah dalam pancasila hanya saja penjabaran pelaksanaan pada masa
pemerintahan sebelumnya hanya menjadi topeng dan kedok pembenaran kekuasaan saja.
3. Pada masa reformasi ini sesuai dengan maknanya maka tidak salah dan tepat bila kita harus kembali pada nlai-nilai pancasila yang telah sekian lama menjadi asing dan jauh dari kehidupan kita sebagai bangsa.
4. Pengamalan nilai pancasila harus seiring dengan semangat reformasi dalam perubahan menuju tatanan masyarakat yang madani adalah menjadi tonggak sejarah dimana keberhasilan reformasi justru pada keberhasilan mengembalikan kemurnian dan keutuhan serta kekuatan pancasilaisme disetiap warga negara indonesia
b. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas ada beberapa saran yang dapat diberikan guna mewujudkan upaya pembinaan masyarakat dalam menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila yang meliputi paham kebangsaan, rasa kebangsaan dan semangat kebangsaan, antara lain:
a. Untuk meningkatkan Wawasan Kebangsaan bagi segenap komponen bangsa diperlukan perhatian dan penanganan pihak-pihak terkait secara integratif. Untuk itu, perlu diwujudkan adanya suatu wadah atau lembaga yang akan menangani masalah Wawasan Kebangsaan serta perlunya buku pedoman nasional yang dapat digunakan baik melalui pendidikan formal maupun nonformal.
b. Peran para elit pemerintah, elit politik dan tokoh masyarakat LSM serta media massa sangat diperlukan untuk meningkatkan Wawasan Kebangsaan. Untuk itu para tokoh tersebut harus mempunyai komitmen untuk selalu mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan pribadi dan golongan dengan mengeyampingkan pemikiran sempit yang
menguntungkan hanya sekelompok orang.
c. Perlunya pengamalan Pancasila secara nyata dalam kehidupan sehari-hari melalui penataran atau sertifikasi Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), di seluruh lembaga pendidikan, baik formal maupun nonformal, agar lebih tertanam rasa cinta tanah air, bangsa dan negara bahkan selalu siap dalam usaha bela negara.
d. Perlunya penyegaran di seluruh elemen masyarakat tentang pembinaan dalam menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila yang meliputi paham kebangsaan, rasa kebangsaan dan semangat kebangsaan, di setiap Kabupaten atau Kota dengan melibatkan instansi terkait secara bertahap dan berlanjut.



DAFTAR PUSTAKA
 http://sartikadwihardiyanti.blogspot.com/2010/06/perbandingan-pemerintahan-era-orde-baru.html
http://www.scribd.com/doc/28800100/Makalah-Pancasila-Reformasi

http://artikelpkn.blogspot.com/2010/12/demokrasi-dan-pelaksanaan-demokrasi-di.html













Tidak ada komentar:

Posting Komentar